06
Mei
2021
Dewasa ini perhatian publik terhadap kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) semakin meningkat. Demikian pula dari sisi perusahaan yang semakin melihat pentingnya kegiatan CSR sebagai bagian integral dalam proses bisnisnya. Namun bagi perusahaan, tantanganya sudah bukan lagi sekadar terlibat atau tidaknya dalam kegiatan CSR, namun bagaimana mengkomunikasikan kegiatan CSR sehingga memberikan nilai tambah dan reputasi baik bagi perusahaan.
Dalam arti yang luas, CSR menurut ISO26000 merupakan kebijakan, strategi dan kegiatan yang menyeluruh dan terintegrasi dari seluruh aktivitas organisasi untuk memenuhi ekspektasi stakeholders/pemangku kepentinggan yang terdampak terhadap kebijakan dan operasional perusahaan, melalui 7 (tujuh) core subject, yaitu;
Namun dewasa ini sebagian masyarakat justru hanya memahami CSR dalam arti yang sempit, yakni sebatas charity atau ‘bagi-bagi uang” untuk membantu masyarakat. Mungkin pemahaman diinternal organisasi/perusahaan, pemerintah daerah, pengambil kebijakan, pun masih sangat banyak ditemukan pemahaman yang demikian. Dengan kata lain CSR hanya dipahami parsial menjadi hanya salah satu dari 7 (tujuh) core subject yaitu community Involvement and Development saja.
Untuk mendapatkan hasil terbaik, kemudian dilakukan identifikasi stakeholders dan asesment untuk mengangkat isu-isu yang termuat dalam 7 (tujuh) core subjects dan menyiapkan strategi solusi dari isu yang diangkat/menjadi topik untuk masing-masing stakeholder tersebut.
Diseminasi program CSR yang berdampak terhadap masyarakat sebagai perwujudan tanggung jawab sosial ditujukan agar masyarakat dapat benar- benar mengetahui apa dan bagaimana kinerja perusahaan tersebut dalam menjalankan kegiatan operasionalnya.
Mengkomunikasikan program CSR bukan melulu hanya soal output/hasil akhir dari suatu aktivitas saja, namun hendaknya sesuai dengan "Konsep Partisipatory Aktif", bahwa masyarakat dilibatkan secara aktif sejak tahap pra dan perencanaan program, terutama untuk program yang bersifat pemberdayaan/non charity. Program-program CSR dianggap lebih tepat sasaran bila terdapat unsur "sense of belonging” dari masyarakat terhadap proses maupun output yang dihasilkan.
Banyak saluran yang dapat digunakan untuk mengkomunikasikan Program CSR, antara lain melalui Musrenbang (musyawarah rencana pembangunan) baik ditingkat Kecamatan, Kabupaten, maupun Propinsi, FGD (focus Group Discussion) dengan berbagai elemen masyarakat/komunitas untuk program yang bersifat pemberdayaan, Sinergi Grup Holding, atau dengan Lembaga/BUMN lain yang memiliki program sejenis.
Program CSR yang sudah dilaksanakan/direalisasi kemudian disampaikan kepada stakeholders, yakni; Pemegang Saham, berupa laporan bulanan/triwulan/tahunan ke Grup Holding. Publik juga dapat mengakses melalui media sosial atau website resmi perusahaan, melalui Annual Report and Sustainability Report sesuai standar GRI (Global Reporting Initiative) yang mencakup 7 (tujuh) core subject ISO26000 tadi, atau dapat pula melalui kantor Kelurahan/Desa disekitar perusahaan (daftar bantuan/program CSR yang telah direalisir untuk wilayah/warga/komunitas setempat), Bapeda Kabupaten (daftar bantuan bantuan/program CSR yang telah direalisir untuk wilayah/warga/komunitas setempat), Mitra sinergi (laporan kegiatan yang dilaksanakan secara bersama-sama).
Program CSR memang relatif unik dan menarik dibanding program non CSR. Uniknya terletak pada strategi komunikasi goal/tujuan CSR yakni terciptanya keberlanjutan dalam dalam 3P (Profit, People, dan Planet), yakni tumbuh dan berkembangnya perusahaan, berdayanya masyarakat terdampak perusahaan dalam hal sosial ekonomi, dan terjaganya kondisi alam dari pencemaran dan kerusakan, melalui pelibatan aktif masyarakat untuk memberi solusi demi terwujudnya tujuan pembangunan berkelanjutan.
Sedang menariknya, dalam program CSR terdapat beyond complience, perusahaan melampaui batas tanggungjawabnya dengan kepedulian, ada aspek sosial. Dengan pendekatan CSV (Creating Share Value) perusahaan dimungkinkan untuk dapat mendesain program CSR selain bermotif ekonomi juga sekaligus berdampak sosial ekonomi bagi masyarakat.
Image/reputasi perusahaan yang telah melakukan kegiatan CSR-nya tentu tidak muncul dengan sendirinya. Kepiawaian mengkomunikasikan program-program CSR perusahaan sehingga diketahui, diakui, dan diapresiasi oleh publik dan stakeholders menjadi tantangan tersendiri yang akan melengkapi program-program CSR yang telah dilaksanakan.
Berbagai ukuran kinerja berikut dapat dikategorikan sebagai keberhasilan komunikasi program CSR pada reputasi perusahaan, antara lain; Pertama, Survei Kepuasan Lingkungan (SKL) yang diadakan setiap tahun oleh perusahaan untuk mengukur tingkat kepuasan dan keberterimaan masyarakat sekitar perusahaan terhadap kontribusi CSR perusahaan pada masyarakat menunjukkan tingkat kepuasan kategori "sangat puas". Tingkat kepuasan tersebut juga merupakan salah satu dari persepsi positif/reputasi korporasi dimata masyarakat. Kedua, Pengakuan/awards yang diterima perusahaan terkait kiprah CSR dari berbagai lembaga kredibel, membuktikan bahwa CSR suatu perusahaan bukanlah sekedar "gugur kewajiban/complience" namun lebih dari itu, yakni sudah melampaui pada "tingkat kepedulian/beyond complience". Ketiga, Pengakuan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk penilaian Proper berupa Proper Hijau juga membuktikan keseriusan korporasi mengelola kinerja lingkungan dan community development.
Pelibatan partisipasi aktif masyarakat, instansi/lembaga terkait, publikasi, dan komunikasi yang tepat diyakini dapat memberikan dampak image positif/reputasi terhadap perusahaan.
Sumber gambar : thinktax.id