
Kurusetra merupakan daratan tempat berlangsungnya Bharatayudha selama delapan belas hari, puncak dari kisah Mahabharata. “Kurusetra” yang secara harfiah berarti lapangan Kuru dipilih menjadi lokasi perang karena merupakan Dharmakshetra atau "daratan keadilan", wilayah yang dianggap suci oleh Dinasti Kuru, leluhur Kurawa dan Pandawa.
Bharatayudha adalah perang suci atau pertempuran yang dilakukan dengan mengikuti beberapa aturan. Disebut juga perang terbuka karena tempat dan waktu pertempuran diumumkan. Oleh karenanya, kedua pemimpin tertinggi dari kedua belah pihak; Resi Bisma Dewabrata dari pihak Kurawa dan Resi Arya Seta dari pihak Pandawa bertemu dan membuat Dharmayudha, untuk memastikan bahwa perang dilakukan demi menjunjung tinggi prinsip-prinsip kebenaran, dengan pokok-pokok sebagai berikut:
- Bharatayudha hanya dimulai pada saat terbit matahari dan harus dihentikan saat matahari terbenam.
- Siapa pun yang menyerah akan menjadi tawanan perang dan kemudian akan mendapatkan perlindungan. Tidak ada prajurit yang boleh membunuh atau melukai prajurit yang tidak bersenjata atau melukai seseorang dan/atau menyerang binatang yang tidak dianggap sebagai ancaman atau ikut berperang secara langsung.
- Dalam Bharatayudha tidak diperbolehkan menyerang wanita, penabuh genderang, pembawa bendera, dan perawat luka. Dharmayudha juga melarang menyerang prajurit dari belakang dan memberikan pengaturan khusus untuk setiap penggunaan senjata yang wajib dipatuhi. Misalnya dalam perang gada sangat dilarang menyerang di bawah pinggang.
- Bharatayudha adalah pertempuran satu lawan satu dan mengharuskan pertarungan yang setara. Prajurit kereta tidak boleh menyerang kavaleri dan infanteri, prajurit gajah tidak boleh menyerang infanteri. Para ksatria tidak boleh saling mengeroyok, dan diperbolehkan saling bertempur jika mereka memiliki senjata yang sama atau menaiki kendaraan yang sama (kuda, gajah, atau kereta).
- Pengerahan pasukan dilakukan dengan pengetahuan penuh dari kedua belah pihak, dan tidak diperbolehkan adanya serangan mendadak.
HARI PERTAMA
Pasukan Pandawa diatur oleh Arjuna agar membentuk formasi Bajrawyuha (petir), karena formasi pasukan Pandawa lebih ramping dibandingkan pasukan Kurawa, maka strategi berperang dibuat agar memungkinkan pasukan yang kecil untuk menyerang pasukan yang besar. Sesuai strategi Pandawa, pasukan pemanah akan menghujani musuh dengan panah dari belakang pasukan garis depan. Pasukan garis depan menggunakan senjata langsung jarak pendek seperti: gada, pedang, kapak, tombak, dan lainnya.
Resi Arya Seta, ksatria dari negara Wirata ditunjuk sebagai Senapati Agung Pandawa, sedangkan Resi Bisma Dewabrata sebagai Senapati Agung Kurawa. Prabu Salya, Raja Mandaraka yang termahsyur sakti telah dapat lawan yang seimbang yaitu Arya Utara, adik Resi Arya Seta. Demikian juga Resi Durna, Maha Guru Pangeran-pangeran Kuru mendapat lawan seimbang yaitu Arya Wratsangka.
Prabu Salya yang sakti dan berpengalaman dalam berbagai pertempuran akhirnya dapat menewaskan Arya Utara, demikian juga dengan Arya Wratsangka yang gugur oleh Resi Durna. Resi Arya Seta yang mendengar kedua adiknya perlaya, lantas mengamuk memporak-porandakan balatentara Kurawa. Melihat hal ini, Resi Bisma Dewabrata lantas maju untuk menghadapinya. Kedua Senapati Agung dari kedua belah pihak pun bertemu di medan laga. Pertarungan berlangsung sengit, Resi Bisma Dewabrata yang sakti akhirnya menewaskan Resi Arya Seta. Ketiga ksatria Wirata tumpas dihari pertama Bharatayudha, hal ini disambut sorak-sorai pihak Kurawa, sementara suasana duka cita menyelimuti pihak Pandawa.
HARI KEDUA
Baik Pandawa maupun Kurawa sama-sama menerapkan formasi perang Garudawyuha. Arya Drestajumena ksatria negara Pancala diangkat sebagai Senapati Agung Pandawa, menggantikan Resi Arya Seta. Di pihak Kurawa, Resi Bisma Dewabrata masih menjadi Senapati Agung Kurawa. Arjuna bertekad untuk membalikkan keadaan setelah pada hari pertama mengalami kekalahan telak. Ia merengsek maju menyerang Resi Bisma Dewabrata, namun pasukan Kurawa berbaris di sekeliling Resi Bisma Dewabrata dan melindunginya dengan segenap tenaga sehingga menyulitkan Arjuna. Sebagian besar pasukan Kurawa gugur di tangan Arjuna. Walaupun telah menyapu seluruh pasukan Kurawa, Arjuna belum mampu mendekati Resi Bisma Dewabrata.
Sementara itu Resi Durna sibuk menyerang Arya Drestajumena secara bertubi-tubi dan mematahkan panahnya berkali-kali. Bima yang melihat keadaan tersebut menyongsong Arya Drestajumena dan menyelamatkan nyawanya. Prabu Duryudana mengirim pasukan bantuan untuk menyerang Bima, namun serangan tersebut tidak berhasil dan justru pasukannya tumpas oleh kesaktian Bima.
HARI KETIGA
Pandawa menerapkan formasi perang Ardhacandrabyuha (bulan sabit), sedangkan Kurawa menerapkan formasi perang Garudawyuha. Pada hari ini Arjuna untuk pertama kalinya melawan Resi Bisma Dewabrata. Prabu Sri Kresna yang melihat Arjuna ragu-ragu dan setengah hati melawan kakeknya itu kemudian maju dan hendak menyerang Resi Bisma Dewabrata dengan Cakra Beskara, namun dihalangi oleh Arjuna.
Rasa sayang Arjuna pada kakeknya tersebut sudah lama dicurigai oleh Adipati Karna yang sedari awal Bharatayudha menolak penunjukkan Resi Bisma Dewabrata sebagai Senopati Agung Kurawa, karena Resi Bisma Dewabrata terlalu mencintai Pandawa, sehingga tak mungkin bertempur sepenuh hati apalagi sampai membunuh Pandawa. Resi Bisma Dewabrata yang mendengar penolakan ini kemudian mengusir Adipati Karna dan tidak mengizinkannya berada dalam pasukan yang dipimpinnya. Itu sebabnya Adipati Karna baru bergabung dalam pasukan Kurawa pada hari kesebelas Bharatayudha, sepeninggal Resi Bisma Dewabrata.
HARI KEEMPAT
Pada hari ini terjadi pertempuran dahsyat antara Arya Drestajumena melawan Prabu Salya. Pandawa menerapkan formasi perang supit urang, sedangkan Kurawa menerapkan formasi perang Kurmabyuha (kura-kura). Hari ini Bima menunjukkan keperwiraannya dengan melawan pasukan gajah yang dikirim Prabu Duryudana. Tidak sampai disitu, Bima menyerang Kurawa dan menewaskan sembilan adik Prabu Duryudana sekaligus, masing-masing; Arya Durmuka, Arya Durmandaka, Arya Durnandaka, Arya Durpramata, Arya Durprasadarsa, Arya Dursaha, Arya Dursara, Arya Dursaya, dan Arya Durta.
Saat pertempuran pada hari itu berakhir, Prabu Duryudana yang sedang diliputi duka dan kekecewaan datang menemui Resi Bisma Dewabrata untuk menemukan penyebab hari itu Pandawa begitu luar biasa dalam memenangi pertempuran. Resi Bisma Dewabrata menjawab bahwa Pandawa bertindak berdasarkan kebenaran, sehingga disarankan lebih baik mengadakan perjanjian damai dengan mereka. Namun Prabu Duryudana yang keras kepala dan tidak mau menuruti nasihat tersebut.
HARI KELIMA
Pandawa menerapkan formasi perang Bajrawyuha, sedangkan Kurawa menerapkan formasi perang Trisulabyuha. Pertempuran terus berlanjut dengan dahsyat. Sementara itu, Arya Setyaki membinasakan pasukan besar yang dikirim untuk menyerangnya. Pada hari ini terjadi bentrok pertama kali antara dua musuh bebuyutan, yaitu Arya Setyaki dan Arya Burisrawa. Tidak kuasa mengimbangi kesaktian Arya Burisrawa, Arya Setyaki berada dalam situasi genting. Melihat hal itu, Bima datang melindungi Arya Setyaki dan menyelamatkan nyawanya.
HARI KEENAM
Kurawa menerapkan formasi perang Kraunchabyuha (burung bangau), sedangkan Pandawa menerapkan formasi Makarabyuha (buaya). Bima dengan gagah berani bertarung melawan Resi Durna dengan sengit. Resi Durna kemudian memacu kereta kudanya lalu menghancurkan sebagian besar pasukan Pandawa. Serangan Resi Durna dihadapi oleh Arya Drestajumena. Sementara itu Bima melancarkan serangan ke garis pertahanan Kurawa. Mereka semua mengepung Bima dari segala penjuru. Bima meloncat turun dari keretanya sambil membawa gada. Di tengah pasukan musuh, Bima mengamuk sehingga pasukan Kurawa kacau-balau. Melihat Bima dikeroyok sedemikian rupa, Arya Drestajumena segera meninggalkan Resi Durna dan membantu Bima.
Melihat Bima dalam bahaya, Prabu Puntadewa mengirim Abimanyu untuk membantu pamannya tersebut. Abimanyu melawan Kurawa, sementara Prabu Duryudana dihadapi oleh Arya Drestajumena. Walau hari menjelang sore, Resi Bisma Dewabrata masih terus tekun mengamuk menghancurkan pasukan Pandawa. Akhirnya, matahari terbenam dan seluruh pasukan ditarik mundur pada malam hari itu.
HARI KETUJUH
Kurawa menerapkan formasi perang Cakrawyuha (lingkaran cakra), sedangkan Pandawa Bajrawyuha. Pada hari ini Prabu Matswapati dari negara Wirata gugur oleh Resi Durna. Selain itu terjadi perang tanding yang dahsyat pula antara Gatotkaca melawan Prabu Bogadenta, Abimanyu melawan Prabu Salya, Arjuna kembali melawan Resi Bisma Dewabrata, dan Dewi Srikandi melawan Bambang Aswatama.
Arya Drestadjumena berhasil melukai tubuh Prabu Duryudana kemudian diselamatkan oleh pamannya, Arya Sangkuni. Di tempat lain, Dewi Srikandi maju menghadapi Resi Bisma Dewabrata. Sama sekali tidak menghiraukannya, Resi Bisma Dewabrata lebih memilih menghancurkan pasukan Pandawa di garis depan.
Pada hari tersebut, pihak Kurawa lebih banyak menderita kekalahan dibandingkan pihak Pandawa. Hal tersebut membuat Prabu Drestarata, ayah Kurawa merasa sedih. Arya Sanjaya, penasihat Prabu Drestarata mengatakan bahwa ia tidak perlu bersedih sebab kehancuran putera-puteranya disebabkan oleh perbuatan mereka sendiri. Arya Sanjaya yang memang mewarisi kebijaksanaan ayahandanya, Arya Widura menambahkan, bahwa kematian para ksatria yang gugur di medan perang akan membuka jalan surga bagi mereka.
HARI KEDELAPAN
Kurawa menerapkan formasi perang Kurmawyuha, sedangkan Pandawa menerapkan formasi Trisulabyuha. Pada hari ini, Bimakembali berhasil membunuh delapan Kurawa. Prabu Duryudana segera memerintahkan para saudaranya yang masih hidup untuk membunuh Bima, namun tak satu pun dari mereka berani maju menghadapi Bima setelah mereka menyaksikan kematian saudara-saudaranya. Sementara itu, dilain medan terjadi pula perang sengit antara Gatotkaca melawan Resi Durna.
Pada hari ini Bambang Irawan, putera Arjuna dari Dewi Ulupi bergabung dalam Bharatayudha. Bambang Irawan bertarung dengan gagah berani memimpin pasukan berkuda mengimbangi Arya Sangkuni yang terus menyerbu pasukan Pandawa. Menyaksikan pamannya kewalahan, Prabu Duryudana mengirimkan Ditya Srenggi untuk melawan Bambang Irawan. Terjadilah pertempuran sengit diantara keduanya. Akhir Riwayat dikisahkan Bambang Irawan dan Ditya Srenggi tewas bersama-sama.
HARI KESEMBILAN
Hari ini Pandawa menerapkan formasi perang Garudawyuha, sedangkan Kurawa menerapkan formasi perang Ardhachandrabyuha. Abimanyu putera Arjuna dengan gagah berani menghancurkan sebagian besar pasukan Kurawa. Tiada ksatria terkemuka dari pihak Kurawa mampu menghadapinya, karena bagi mereka Abimanyu ibarat Arjuna yang kedua. Melihat pasukannya diobrak-abrik, Resi Bisma Dewabrata maju menghadapi Abimanyu. Arjuna yang datang untuk membantu Abimanyu, disongsong Resi Durna sehingga terjadilah pertarungan sengit di antara mereka. Melihat hal tersebut, Arya Setyaki yang berada di dekat medan laga datang membantu Arjuna. Namun Bambang Aswatama putera Resi Durna, datang membantu dengan meluncurkan panah-panahnya.
Sementara itu, Prabu Sri Kresna mengingatkan Arjuna untuk segera membunuh Resi Bisma Dewabrata. Saat berhadapan dengan Resi Bisma Dewabrata, Arjuna masih segan untuk mengerahkan seluruh kemampuannya, sehingga pertarungan terlihat tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh. Melihat keadaan itu, Prabu Sri Kresna menjadi marah dan kembali hendak menyerang Resi Bisma Dewabrata, namun dapat dicegah oleh Arjuna dan saudara-saudara Pandawa. Resi Bisma Dewabrata sendiri tidak mengelak saat melihat tindakan Prabu Sri Kresna. Sebaliknya, ia ikhlas apabila nyawanya melayang di tangan titisan Batara Wisnu.
HARI KESEPULUH
Pada hari kesepuluh Bharatayudha, Pandawa menerapkan formasi perang Diradameta (gajah mengamuk), sedangkan Kurawa menerapkan formasi perang Kraunchabyuha. Bharatayudha hari kesepuluh berlangsung sangat sengit, Prabu Bogadenta bersama kendaraannya Gajah Murdanikung, dan saisnya, Dewi Murdaningsih tewas oleh Arjuna. Pada hari tersebut, Prabu Sri Kresna meminta Dewi Srikandi menghadapi Resi Bisma Dewabrata. Dewi Srikandi memanah dan mengenai dada Resi Bisma Dewabrata. Resi Bisma Dewabrata pada saat memandang Dewi Srikandi, seolah berhadapan dengan Dewi Amba tidak membalas, hingga tubuhnya dihujani oleh ratusan anak panah. Sangkakala berbunyi seiring dengan tumbangnya Resi Bisma Dewabrata di Kurusetra. Untuk menghormati Resi Bisma Dewabrata, Bharatayudha dihentikan untuk sementara waktu.
Ketika Resi Bisma Dewabrata ingin tidur diatas bantal. Prabu Duryudana memerintahkan Arya Dursasana mengambil tilam bersulam emas dari istana Hastina, tetapi Resi Bisma Dewabrata menolak, ia hanya ingin bantal ksatria, yang lantas minta Arjuna untuk mengambilkan bantal prajurit. Secepat kilat Arjuna mengambil busurnya dan menancapkan beberapa anak panah di dekat Resi Bisma Dewabrata terbaring. Kepala Resi Bisma Dewabrata disangga di atas panah Arjuna yang menancap di tanah. Resi Bisma Dewabrata adalah tokoh yang diberikan kebebasan menentukan sendiri waktu kematiannya, ia meminta pada Sang Hyang Manikmaya untuk diberikan umur sampai akhir Bharatayudha.
HARI KESEBELAS
Resi Durna, Maha Guru Pangeran-pangeran Kuru diangkat sebagai Senapati Agung Kurawa menggantikan Resi Bisma Dewabrata. Sementara Senapati Agung Pandawa masih dipegang oleh Arya Drestajumena, ksatria Pancala. Setelah kekalahan Resi Bisma Dewabrata pada hari kesepuluh, Adipati Karna baru memasuki medan laga dan tentu hal tersebut melegakan hati Prabu Duryudana. Resi Durna awalnya menyarankan agar Adipati Karna ditunjuk sebagai Senapati Agung Kurawa menggantikan dirinya. Namun Adipati Karna menolak dan menyarankan agar Resi Durna yang diangkat menjadi Senapati Agung Kurawa selanjutnya demi menghindari perpecahan. Adipati Karna sendiri maju mendampingi Resi Durna sebagai salah satu panglima perang.
HARI KEDUABELAS
Di bawah kepemimpinan Resi Durna, pasukan Kurawa mampu membelah pasukan Pandawa, menembus pusat formasi perang Cakrawyuha yang dipimpin oleh Arya Drestajumena, Senapati Agung Pandawa. Perang terjadi sangat hebat, Sadewa berhadapan dengan Arya Sangkuni, sementara Prabu Salya melawan Nakula, keponakannya sendiri, putera Dewi Madrim, adik kandungnya. Pada hari tersebut, bertemulah dua sahabat yang menjadi musuh bebuyutan, Prabu Drupada berhadapan dengan Resi Durna. Prabu Drupada Raja Pancala yang gagah berani dikisahkan gugur oleh panah Cundamanik milik Resi Durna.
HARI KETIGABELAS
Kurawa menerapkan formasi perang Cakrawyuha, sedangkan Pandawa menerapkan formasi Garudwyuha. Pada hari ini Bambang Lesmana Mandrakumara, putera mahkota negara Hastina tewas oleh Abimanyu. Adipati Karna maju menghancurkan busur Abimanyu dari belakang. Kemudian keretanya dihancurkan oleh Bambang Aswatama, kusir dan kudanya dibunuh oleh Arya Burisrawa, dan seluruh senjatanya terbuang. Kurawa benar-benar melanggar dharmayudha Bharatayudha dengan mengeroyok Abimanyu, jauh meninggalkan norma-norma ksatria. Abimanyu mampu bertahan sampai pedangnya patah dan roda kereta yang ia pakai sebagai perisai hancur berkeping-keping. Tak berapa lama kemudian, ratusan panah menembus tubuhnya. Lalu tanpa berperi kemanusiaan, tubuh Abimanyu yang tak berdaya itu dicincang sehingga hancur. Akhirnya Abimanyu gugur oleh Arya Jayadrata dengan sangat menyedihkan.
Berita kematian Abimanyu membuat Arjuna murka dan sangat sedih. Ia sadar, bahwa seandainya Arya Jayadrata tidak menghalangi Pandawa memasuki formasi Cakrawyuha, Abimanyu pasti mendapat bantuan. Ia kemudian bersumpah akan membunuh Arya Jayadrata pada hari berikutnya sebelum matahari tenggelam atau ia sendiri akan melakukan bunuh diri.
Hari ketiga belas Bharatayudha adalah hari duka untuk Pandawa khususnya Arjuna. Pada hari ini selain Abimanyu, gugur pula putera-putera Arjuna, antara lain: Bambang Wilugangga, Bambang Sumitra, Bambang Brantalaras, Bambang Wijanarka, dan Bambang Prabakusuma gugur di medan perang oleh Resi Durna.
HARI KEEMPAT BELAS
Hari keempat belas adalah hari dimana Arjuna melaksanakan sumpahnya. Mengetahui Arya Jayadrata menjadi buruan Arjuna, Kurawa kemudian memberikan pengawalan ketat pada Arya Jayadrata, mereka melindungi bahkan cenderung menyembunyikannya dari Arjuna. Hingga matahari hampir terbenam, Arya Jayadrata masih jauh dari jangkauan Arjuna.
Prabu Sri Kresna yang mengetahui hal ini kemudian membantu Arjuna dengan menutup sinar matahari, menggunakan Cakra Beskara hingga tampak seperti gerhana matahari. Sinar matahari menjadi suram, sehingga suasana menjadi gelap seolah-olah matahari telah tenggelam dan hari menjelang malam. Pihak Kurawa maupun Pandawa mengira hari sudah malam, dan sesuai aturan, mereka menghentikan peperangan dan kembali ke kubu masing-masing. Dengan demikian, pihak Kurawa tidak melanjutkan pertarungan dan Arya Jayadrata tidak lagi dalam perlindungan mereka.
Arya Jayadrata tergoda ingin melihat kematian Arjuna dan keluar dari tempat persembunyiannya. Kemunculan Arya Jayadrata diketahui oleh Prabu Sri Kresna, maka ia memerintahkan Arjuna melepaskan panah Pasopati pada Arya Jayadrata. Tak pelak panah Arjuna mengenai sasarannya dan putuslah kepala Arya Jayadrata. Setelah kejadian ini, Prabu Sri Kresna menarik Cakranya kembali, dan maka terang benderang lah sebagai sediakala. Resi Sapwani Wijawastra, ayah angkat Arya Jayadrata yang mengetahui peristiwa ini lantas turun laga membalas dendam, namun dapat dikalahkan oleh Arjuna.
Pada hari ini pula terjadi pertempuran penting antara Gatotkaca melawan Adipati Karna, mata tajam Gatotkaca mengawasi setiap gerak-gerik Adipati Karna dan menyerang Adipati Karna dari segenap penjuru. Merasa kesal, Adipati Karna tanpa sengaja menghunus Kunta Wijayandanu, senjata maha dahsyat yang hanya bisa digunakan satu kali. Gatotkaca yang mengetahui bahwa Kunta Wijayandanu adalah senjata dahsyat, yang bahkan Dewata sekalipun tidak akan sanggup menahan senjata tersebut, karena pasti akan meminta korban ketika dilepaskan, lalu terbang diantara awan-awan gelap yang menggantung tinggi di langit, mencoba menyembunyikan tubuhnya diantara gelapnya awan.
Namun takdir memang tidak bisa ditunda. Kunta Wijayandanu yang dilepaskan menderu memburu Gatotkaca melesat ke angkasa. Di angkasa, sukma Arya Kalabendana salah satu paman dari Gatotkaca siaga mendorong Kunta Wijayandanu yang mulai kehabisan daya luncurnya untuk menghujam ke dada Gatotkaca membelah jantung ksatria Pringgandani tersebut. Senjata Kunta Wijayandanu yang sebenarnya telah dipersiapkan oleh Adipati Karna untuk membunuh Arjuna, namun dapat digagalkan oleh Gatotkaca, walaupun harus ditebus dengan nyawanya sendiri. Dengan pengorbanan Gatotkaca ini, Arjuna bisa jadi luput dari kematian. Gugurnya Gatotkaca menjadi berita gembira bagi kubu Kurawa. Para prajurit bersorak-sorai mengeluk-elukan Adipati Karna.
Pada hari ini juga terjadi perang tanding yang dahsyat antara Arya Setyaki melawan Arya Burisrawa. Arya Setyaki, adik ipar Prabu Sri Kresna, tidak berdaya melawan kesaktian Arya Burisrawa. Melihat kenyataan ini, Prabu Sri Kresna membantu Arya melalui bantuan Arjuna. Kepada Arjuna, Prabu Sri Kresna menanyakan kemampuan Arjuna dalam memanah pada saat ia sedang diliputi kesedihan setelah gugurnya Abimanyu.
Untuk mengujinya, Prabu Sri Kresna meminta Arjuna memanah sehelai rambut yang ia bentangkan di antara kedua tangannya. Panah Arjuna pun lalu melesat membelah rambut itu dan terus melanjutkan sambarannya ke sasaran lain yang telah dipilihkan arahnya oleh Prabu Sri Kresna, yang tidak lain adalah kepala Arya Burisrawa. Ksatria sakti berbadan raksasa ini pun roboh seketika.
Pada hari ini, terjadi hal menarik, Arya Barbarika putera Gatotkaca dengan Dewi Ahilawati, bergabung dalam Bharatayudha membela Kurawa, menunaikan komitmennya untuk membela pihak yang kalah.
HARI KELIMA BELAS
Resi Durna masih menjadi Senapati Agung Kurawa yang sangat tangguh, melihat gelagat ini Prabu Sri Kresna yang mengetahui rahasia bahwa Resi Durna akan menyerah apabila Bambang Aswatama, puteranya gugur, kemudian memerintahkan Bima membunuh seekor gajah bernama Asurtama, dan berteriak dengan keras bahwa Bambang Aswatama gugur.
Resi Durna yang tidak percaya lalu menemui Pandawa, ia bertanya pada Bima apakah betul puteranya itu gugur, Bima menjawab; “ya, Bambang Aswatama gugur”. Tidak lantas percaya, Resi Durna menanyakan pada Arjuna murid kesayangannya, Arjuna juga menjawab; “Ya, Bambang Aswatama gugur”. Tidak percaya jawaban Bima dan Arjuna, Resi Durna bertanya pada Prabu Puntadewa untuk menanyakan tentang kebenaran berita itu. Karena selama hidupnya Prabu Puntadewa tidak pernah berbohong. Sementara itu Prabu Sri Kresna menasehati Prabu Puntadewa agar mau berbohong sekali saja, demi mengurangi korban yang timbul dari pihak Pandawa. Prabu Puntadewa melafalkan kata-kata sedemikian pelan, sehingga sehingga Resi Durna tidak mendengar kata "gajah”.
Sebelum peristiwa tersebut, kereta perang Prabu Puntadewa, melayang beberapa inci dari tanah, namun setelah peristiwa tersebut, keretanya turun menyentuh tanah. Setelah menduga bahwa puteranya telah tiada, Resi Durna kemudian mengheningkan cipta merasa berduka cita, lalu menjatuhkan senjatanya. Pada saat itu Arya Drestajumena maju memenggal kepala Resi Durna untuk membalaskan kematian ayahnya, Prabu Drupada sekaligus melaksanakan sumpahnya.
Kurusetra pun beranjak keperaduannya. Setelah kepala Resi Durna diketemukan, jasad Maha Guru para Pangeran Kuru tersebut kemudian diperabukan, dengan upacara yang hikmat. Upacara dihadiri oleh Arya Widura, beberapa sesepuh negara Hastina yang masih tersisa. Sementara Prabu Duryudana dan Kurawa lain yang tersisa hanya menyaksikan dari kejauhan.
HARI KEENAM BELAS
Sepeninggal Resi Bisma Dewabrata dan Resi Durna, Adipati Karna ditunjuk sebagai Senapati Agung Hastina. Pada hari ini Arya Dursasana tewas oleh bima, darahnya dihirup oleh Bima. Dewi Drupadi yang mendengar kematian Arya Dursasana oleh Bima, lantas meminta salah satu prajurit membawa suatu wadah kepada Bima. Bima mengerti makna wadah tersebut, bahwa Dewi Drupadi ingin menunaikan sumpahnya, keramas dengan darah Arya Dursasana. Sumpah sang dewi itu kini tunai sudah. Prabu Duryudana begitu berduka kehilangan adik kesayangannya.
HARI KE TUJUH BELAS
Pada hari ini terjadi perang tanding yang sangat dahsyat antara kakak dan adik seibu, Adipati Karna melawan Arjuna. Pada pertempuran ini Arjuna dengan gagah menaiki kereta perang dengan kusir Prabu Sri Kresna. Mengetahui hal demikian, Adipati Karna kemudian mencari kusir yang kesaktiannya sepadan dengan kesaktian Prabu Sri Kresna. Ia lantas meminta Prabu Salya agar sudi menjadi kusirnya. Permintaan tersebut meskipun dipenuhi, namun dianggap hinaan oleh Prabu Salya, karena selain adalah seorang raja, ia adalah mertua bagi Adipati Karna sehingga dipandang merendahkan bila menjadi kusir dari anak menantunya.
Pertempuran keduanya berlangsung sangat sengit dan bahkan menjadi tontonan para pasukan dikedua belah pihak. Kesaktian Adipati Karna sungguh luar biasa, ketika itu Arjuna terlempar jauh dari kereta perangnya karena terkena panah sakti Adipati Karna. Disaat lain panah Adipati Karna meluncur deras mengenai dada Arjuna yang terlindung baju besi hingga membuat Arjuna terhuyung-huyung. Belum usai, dengan secepat kilat panah kedua Adipati Karna pun melesat menuju dengan sasaran kepala Arjuna.
Melihat posisi Arjuna yang tidak siap, secara sigap Prabu Sri Kresna dengan kesaktiannya segera menjejakan kakinya sehingga kereta Arjuna melesak ke bumi, dan kepala Arjuna luput dari sasaran panah Adipati Karna, sungguh Arjuna dibuat kerepotan menghadapi serangan Adipati Karna yang bertubi-tubi.
Singkat cerita, setelah melalui pertempuran yang demikian sengit, akhirnya Adipati Karna tewas setelah kepalanya putus, dipangkas oleh panah Pasopati milik Arjuna. Saking tajamnya Pasopati, kepala Adipati Karna tidak lantas jatuh menggelinding, malah dikisahkan masih tersenyum di atas jasadnya. Hujan serta merta membasahi padang Kurusetra, pertanda kemenangan titisan Batara Indra atas titisan Batara Surya. Para bidadari di angkasa menaburkan melati atas kekaguman mereka pada keteguhan sikap Adipati Karna.
Prabu Duryudana yang mengatahui tewasnya Adipati Karna begitu terpukul dan bersedih. Adipati Karna adalah sahabatnya yang hebat, dari Resi Bisma Dewabrata ia yang kemudian mengetahui bahwa Adipati Karna adalah Pandawa tertua, semakin menambah kesedihannya, betapa sahabatnya itu tetap memilih bergabung bersama Kurawa dan dirinya, serta malah tidak memilih pergi bergabung dengan saudara-saudaranya. Adipati Karna mendedikasikan hidupnya demi persahabatan. Kesedihan Prabu Duryudana hari itu memuncak demikian hebat.
HARI KEDELAPAN BELAS
Setelah Adipati Karna tewas di tangan Arjuna pada hari ketujuh belas, Prabu Salya kemudian diangkat sebagai Senapati Agung Hastina. Prabu Salya bukan tokoh sembarangan, ia adalah penggenggam ajian Chandrabirawa yang dahsyat menakutkan. Prabu Sri Kresna kemudian memerintahkan Nakula dan Sadewa untuk menghadapi Prabu Salya. Tentu saja Prabu Salya tidak tega membunuh kedua kemenakannya tersebut, yang merupakan putera kembar dari adik kandungnya Dewi Madrim. Akhirnya Prabu Salya mengatakan bahwa rahasia kematiannya ada pada Prabu Puntadewa ksatria yang berdarah putih, yang juga merupakan titisan dari Resi Bagaspati, mertuanya.
Sementara Bima tekun menggasak tentara Kurawa. Prabu Salya sebagai panglima perang memajukan dirinya untuk mencegah Bima. Prabu Salya kewalahan melawan kekuatan Bima dan memutuskan untuk memanggil Chandrabirawa. Bima pun bertarung dengan Chandrabirawa tapi semakin lama Bima menjadi semakin lelah, sementara Chandrabirawa tetap mengganas dan malah semakin kuat. Arjuna yang melihat kakaknya dalam keadaan bahaya segera melepas panah. Panah Arjuna melukai Chandrabirawa, dan setiap tetes darahnya menjadi Chandrabirawa baru. Bima semakin kewalahan melawan ratusan Chandrabirawa, dan barisan pasukan Pendawa juga semakin hancur diobrak abrik. Melihat kejadian ini Prabu Sri Kresna segera mendatangi Arjuna dan mencegahnya untuk memanahi Chandrabirawa. Kemudian Prabu Sri Kresna bergerak ke garis belakang untuk menjemput Prabu Puntadewa. Prabu Sri Kresna berkata bahwa Prabu Puntadewa harus maju ke medan perang untuk mengalahkan Prabu Salya demi kemenangan Pandawa, karena sebagai titisan Batara Dharma hanya Prabu Puntadewa lah yang mampu mengalahkan Chandrabirawa.
Prabu Puntadewa yang maju ke danalaga dikusiri adiknya Nakula, kemudian turun berperang menghadapi Prabu Salya. Setelah menghaturkan sembah hormat, Prabu Puntadewa mengatakan bahwa seumur hidup dia tidak bisa melukai orang, dia rela mengorbankan dirinya asalkan Chandrabirawa ditarik kembali ke dalam tubuh Prabu Salya. Sayangnya Chandrabirawa tidak bisa ditarik kembali sebelum tugasnya selesai.
Dengan berat hati Prabu Puntadewa merentangkan busur dan panahnya, namun tidak diarahkan kepada Prabu Salya, melainkan diarahkan ke bawah tanah. Ajaib, panah Prabu Puntadewa yang dilepaskan memantul dari tanah kemudian menembus jantung Prabu Salya. Raja Agung Negara Mandaraka itu pun tewas seketika. Sementara itu Chandrabirawa yang tengah mengamuk di medan Kurusetra sirna kembali kepada tuannya yang berdarah putih. Chandrabirawa manunggal ke dalam raga Prabu Puntadewa.
Setelah Prabu Salya Gugur, terjadi pula pertarungan sengit antara Arya Sangkuni ditemani puteranya, Arya Surabasah, melawan Bima yang dibantu Arya Setyaki. Setelah Arya Surabasah tewas oleh Arya Setyaki, Arya Sangkuni tewas oleh Bima dengan kondisi yang menyedihkan. Mulutnya dirobek sedangkan kulitnya dikuliti oleh Bima yang kemudian diserahkan kepada ibunya, Dewi Kunti Nalibrata untuk menunaikan sumpahnya.
Kurusetra menjadi saksi betapa bengisnya perang yang berlangsung selama delapan belas hari tersebut. Jasad manusia bergelimpangan, bau anyir menyengat di mana-mana. Peperangan tidak akan pernah menyisakan sisi kemanusiaan, yang ada hanyalah kebencian di antara mereka yang begitu saling membuncah. Dunia adalah Kurusetra, seseorang harus berjuang dalam perangnya.
Sumber Gambar : Stockcake.com