
𝗤𝗨𝗢𝗧𝗘 of The Day; “𝗻𝗴𝗼𝗻𝗼 𝘆𝗼 𝗻𝗴𝗼𝗻𝗼, 𝗻𝗲𝗻𝗴 𝗼𝗷𝗼 𝗻𝗴𝗼𝗻𝗼”. Falsafah Jawa yang sering ayah tuturkan pada saya, bila saya sudah dilarang, diperingatkan, tetapi ndableg. Hehehe.
Falsafah hidup orang jawa seperti itu sejatinya adalah bentuk sindiran yang memiliki makna sangat dalam. Sindiran, tapi karena rasa sayang yang mengucapkan, dapat juga merupakan nasihat. Makna “ngono yo ngono neng ojo ngono”, merupakan bentuk pemakluman, kalau tidak mau dibilang kekesalan atas kesalahan dan kecerobohan yang dilakukan anak, namun tetap harus mengontrol diri jangan sampai melampaui batas, apalagi sampai merugikan dan menyakiti orang lain.
Kita kupas yuk. Ada dua frasa penting disini. Pertama makna “ngono yo ngono” adalah pemberian ruang kebebasan/berekspresi untuk bersikap. Ruang ini dibatasi oleh frase kedua; "sak ngono-ngonone, neng ojo ngono". Jadi sebebas-bebasnya dikasih ruang buat berekspresi tetapi ada moral sosial-budaya yang maksa untuk membatasi polah kita.
Lebih jauh, sindiran tersebut juga merupakan bentuk motivasi dan kontrol diri, agar kita tidak sampai keluar dari kaidah norma yang berlaku di masyarakat. Hal tersebut menjadi penting karena secara sosio-budaya kita hidup berdampingan dengan manusia-manusia lain yang memiliki sensitifitas, cara dan pola fikir, pemaknaan, kondisi perasaan, latar belakang budaya yang berbeda-beda yang bila tidak dijaga akan menimbulkan gesekan, benturan, dan konflik yang tidak produktif.
Mungkin bagi orang lain se-sepele itu, namun peringatan dan fatwanya pada kita jelas dan terang benderang; “jangan sampai merugikan, menyakiti dan mengganggu orang lain”.
Selamat petang, semua.
Baca juga :
1. Strategi Kebudayaan dan Kedaulatan Negara