Wallhere com

02

Nov

2014

MANUSIA, SPESIES MAYORITAS HARI INI?

Tulisan ini adalah refleksi kuliah Human Ecology, beberapa tahun yang lalu.. mata kuliah ini inspiratif karene memotret manusia dari jarak yang sangat dekat. Manusia sebagai spesies mayoritas saat ini, memiliki pengaruh yang cukup besar dalam kehidupan. Bahkan saat manusia sebagai spesies minoritas pun memiliki andil yang cukup kuat dalam merubah laju jagat raya.Para ilmuwan meneliti bahwa musnahnya dinosaurus dikarenakan adanya asteroid yang menabrak bumi jutaan tahun yang lalu, sehingga spesies megafauna tersebut banyak yang mati bahkan musnah. Lalu mammoth, bison, dan spesies megafauna yang hidup setelah jaman itu juga musnah lambat laun setelah itu. Tapi musnahnya mammoth dan hewan megafauna yang lain bukan karena alam, tetapi karena dahsyatnya manusia sebagai makhluk minoritas saat itu, mampu memburu dan membunuh hewan sebesar apapun.

Aktivitas manusia pada dasarnya adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Akan tetapi terkadang pemenuhan kebutuhan hidup itu tidak memperhatikan makhluk hidup lainnya (hewan dan tumbuhan), sehingga pemanenan terhadap hewan dan tumbuhan menjadi berlebihan.

Apalagi dengan adanya tehnologi; seorang nelayan yang sehari-harinya menangkap ikan dengan memancing, menjaring, dan cara-cara tradisional lainnya, setelah mengenal tehnologi dalam penangkapan ikan, dimana ikan dapat di deteksi dengan radar secara komputerisasi, maka di koordinat tertentu ikan-ikan tersebut dapat diambil dengan mudah, ditambah alat tagkap yang dipakai bukan jaring biasa yang mampu menangkap ikan dengan kedalaman lebih, sehingga yang terjerat ke dalam jaring ternyata bukan hanya ikan-ikan yang ingin ditangkap saja, tetapi spesies lainnya, serta koral-koral di dalam laut yang rusak akibat pemberat dari jaring. Dan yang terjadi adalah kapasitas tangkapan setelah menggunakan tehnologi menjadi lebih besar, volume tangkapan menjadi lebih banyak bahkan seperti mengeruk semua isi laut.

Di Choco Canyon-Amerika Serikat, ribuan tahun yang lalu hiduplah suku Indian yaitu suku Anasazi. Mereka hidup berpindah tempat hingga ke daerah tersebut, karena Choco Canyon merupakan daerah yang hijau, tumbuh banyak hutan, gunung yang penuh dengan pohon, serta terdapat tanah lapang yang cocok untuk berladang dan beternak. Mulailah suku Anasazi memulai kehidupan disana, mereka membangun kota yang terkenal dengan Pueblo Bonito. Dinding kota dibuat dari batu dan pohon-pohon pinderosa yang diambil dari hutan di sekitar, tinggi dinding kota tersebut setara bangunan 5 hingga 6 tingkat saat ini, mereka juga membuat ladang, serta sawah dengan tehnik irigasi. Dan setelah 300 tahun kemudian Pueblo Bonito ditinggalkan oleh penduduknya dengan kondisi seperti gurun, daerah yang gersang, bahkan ketinggian air tanah menurun di bawah sistem level irigasi ladang yang mereka buat sehingga ladang-ladang tidak mampu lagi menghasilkan panen dan tanah menjadi tidak subur. Dan saat ini daerah tersebut dikenal sebagai daerah gurun pasir.

Bayangkan saja jika suatu daerah yang subur dan penuh pepohonan hanya dalam waktu 300 tahun menjadi daerah gurun pasir, maka pastilah yang dilakukan manusia saat itu bukan hanya mengeksploitasi sumberdaya secara besar-besaran tetapi juga terjadi pemusnahan habitat, yang sangat berpengaruh bagi spesies lain yang hidup disana.

Contoh lainnya adalah di Cape Town-Afrika Selatan, para pakar biologi menyebutnya sebagai hotspot biologi tertinggi karena memiliki 5500 jenis tumbuhan yang tidak ada di tempat lain, dan memiliki cakupan yang kecil dan jika disatukan maka luasnya hanya separuh lapangan sepak bola saja, yang dikenal dengan ”fynbos”. Saat ini 40% fynbos telah musnah oleh aktivitas manusia, seperti agrikultur, industri, pengembangan kota ; sehingga spesies lain yang bergantung pada fynbos juga lama kelamaan musnah, seperti kupu-kupu dengan sayap berwarna-warni, dan burung penghisap madu dengan bulu yang beraneka warna.

Fenomena lain yaitu di Hawai. Sebut saja siput Hawai yang terkenal dengan cangkangnya yang beraneka baik bentuk dan warnanya, saat ini telah musnah karena keegoisan manusiadalam memperbaiki kehidupan baik secara ekonomi maupun sekedar gaya hidup. Saat itu sebagaian masyarakat mengenal siput sebagai makanan (akan tetapi siput untuk dikonsumsi tersebut adalah siput Great West Africa/GWA), lalu didatangkanlah siput tersebut untuk dikembangbiakkan di Hawai. Lalu yang terjadi adalah siput GWA tersebut memiliki pertumbuhan yang sangat cepat sehingga merusak tanaman dan tumbuhan di Hawai. Lalu untuk mengendalikan siput GWA tersebut didatangkanlah predator, yaitu siput Florida. Yang terjadi adalah siput Florida lebih menyukai siput Hawai daripada siput GWA. Maka populasi siput Hawai semakin berkurang bukan hanya karena pemanenan untuk diambil cangkangnya sebagai aksesoris, tetapi juga semakin berkurang jumlahnya karena menjadi sasaran siput predator, akibatketeledoran dan keegoisan manusia.

Manusia melakukan itu semua dengan mengatasnamakan ”pemenuhan kebutuan hidup”. Berbagai cara dilakukan agar mendapatkan kepuasan optimal tanpa memperhatikan spesies lainnya yang juga butuh ruang untuk hidup dan kebebasan di habitatnya masing-masing. Contoh salah satunya adalah dengan pembukaan lahan untuk dijadikan pemukiman, saat populasi manusia bertambah dan akhirnya mendesak dan mengusir spesies lain dari tempat hidupnya. Saat suatu kawasan hutan dibuka untuk pemukiman, perladangan, serta infrastrukur pendukung lainnya, maka masih terdapat luasan/zona yang masih asli bagi spesies asli (hewan dan tumbuhan). Akan tetapi hal tersebut tentulah tidak berguna bagi spesies hewan maupun tumbuhan yang tentu jumlahnya dahulu lebih besar dari manusia, karena spesies hewan dan tumbuhan tersebut tidak berdaya melawan manusia yang datang dengan traktor meratakan tanah tempat naungan mereka dan membuat pabrik, gedung-gedung, bahkan hanya sekedar untuk membuat kolam renang atau lapangan golf. Mereka (hewan dan tumbuhan) seperti dibuatkan suatu pulau bagi tempat hidup mereka, akan tetapi pulau tersebut lebih kecil, dan ironisnya adalah dari habitat asli mereka sendiri. Inilah yang akhirnya dikenal dengan efek pemulauan.

Di Papua terdapat fenomena yang sama, yang juga sering kita jumpai di daerah bahkan negara manapun. Yaitu pemulauan terhadap suatu kawasan. Tersebutlah Hutan lindung yang didalamnya bukan hanya spesies hewan dan tumbuhan saja, tetapi juga manusia. Penduduk lokal di hutan tersebut telah hidup beribu-ribu tahun disana, tetapi dapat hidup berdampingan dengan spesies lainnya. Dan seiring perkembangan waktu, semakin berkembanglah populasi di Papua, dimana struktur dan lembaga pun dibuat untuk membuat berbagai peraturan, termasuk hutan lindung tersebut yang saat ini dibuat sebagai hutan wisata alam Gunung Meja. Dalam kondisi ini banyak terjadi perburuan akan hewan di hutan tersebut, serta penebangan pohon tanpa adanya regenerasi, dan plasma nutfah yang ada juga semakin berkurang karena pencurian oleh pengunjung ataupun orang yang memang sengaja datang untuk mengambil pohon palem, anggrek sebagai hiasan rumah mereka, belum kagi desakan manusia yang membuat pemukiman illegal di hutan tersebut, dengan dalih masih penduduk lokal.

Mungkin pengurangan bahkan pemusnahan spesies sebagai keanekaragaman hayati pada dahulu kala lebih diakibatkan karena fenomena alam yang prosesnya berjuta-juta tahun, akan tetapi saat ini berkurangnya keanekaragaman hayati telah berlangsung lebih cepat hanya dalam waktu ratusan tahun saja.

Faktor yang memiliki efek terparah dan dirasakan secara global saat ini akibat perilaku manusia adalah Polusi. Polusi merupakan eksternalitas dari perilaku manusia yang sangat dahsyat dalam mempengaruhi kecepatan pemusnahan keanekaragaman hayati saat ini. Alam dijadikan tempat pembuangan yang sempurna bagi kehidupan. Bagaimana berjuta-juta kubik luapan lumpur Lapindo dibuang ke laut, belum lagi limbah pabrik yang mencenari sungai. Atau contoh dalam kehidupan sehari-hari; coba anda bayangkan sebuah mobil tua yang tetap dipakai dengan asap hitam membumbung. Seakan-akan atmosfer dijadikan tempat pembuangan asap knalpot yang sempurna, karena tidak ada pungutan biaya bagi pembuangannya, dan asapnya akan hilang begitu saja. Bagaimana industri-industri mengeluarkan asap pabrik ke angkasa tanpa ada pajak bagi setiap meter kubik asap yang keluar dari cerobongnya. Atmosfer dijadikan tempat pembuangan CO2 dan gas-gas beracun lainnya yang menjebak panas bumi yang dipantulkan oleh matahari sehingga terjadi perubahan yang signifikan terhadap alam (efek rumah kaca). Tanpa ada yang sadar bahwa hal tersebut mampu menyebabkan air laut naik 10-20 cm, mencairnya gletser-gletser, peningkatan intensitas badai (badai Tsunami, angin topan), memperpanjang musim kemarau, dan terjadinya banjir.

Aktivitas manusia pada zaman dahulu dipandang kecil artinya bila dibandingkan dengan proses dominan jagat raya, tapi apakah mungkin itu semua dikarenakan populasi manusia dahulu masih minoritas ? Dan kini tidak lagi, spesies manusia saat ini elah disadari mempengaruhi proses mendasar planet.

Kerusakan ozon, polusi yang menyebar, perubahan iklim merupakan saksi terhadap kekuatan manusia. Meskipun pembangunan dan pemenuhan terhadap ekonomi oleh manusia adalah hal yang mutlak juga untuk dilakukan, tetapi akankah dominasi manusia baik sebagai minoritas (dahulu kala) dan mayoritas (saat ini) yang memiliki dampak negatif lebih besar terhadap pemiskinan keanekaragaman hayati dan perubahan jagat raya perlu adanya? (mi).

Sumber foto : wallhere.com

Tentang Penulis

Foto 2

Muhammad Ihwan

Muhammad Ihwan. Kelahiran Yogyakarta, tinggal di Gresik dan Jakarta. Suka membaca dan menulis, menyenangi marketing dan public relations. Pernah menjadi juru bicara perusahaan, menangani pengelolaan program TJSL, CSR, dan comdev, serta mengelola penjualan retail untuk seluruh Indonesia. Saat ini mengelola penjualan sektor korporasi untuk domestik dan mancanegara.

Top 10 Negara Pengunjung:
Total Pengunjung: