Whats App Image 2020 05 13 at 12 54 18

29

Mei

2020

KESAN MENJADI HUMAS PETROKIMIA GRESIK

Titik Tolak #

“Menjadi Humas itu mudah, tapi menjadi Humas Petrokimia Gresik tidak pernah semudah itu, Ferguso!”, begitu kelakar sahabat saya di awal-awal tugas saya menjadi Humas Petrokimia Gresik, dan iya memang. Dengan diversitas ekositem usaha, keunikan, kompleksitas bisnis, dan dinamika lingkungan yang dihadapi, pengelolaan aspek komunikasi di Petrokimia Gresik menjadi demikian kompleks dan punya tantangan tersendiri, nggak bisa lagi disambi ini itu. Harus fokus, lebih melibatkan diri, dan attention to detail.

Tidak pernah terbetik sebelumnya dan membayangkan terjun menjadi Humas perusahaan sebesar Petrokimia Gresik, apalagi tahun 2019 sampai terpilih masuk sebagai 50 PR Terbaik di Indonesia versi Majalah PR Indonesia. Bisnis Petrokimia Gresik merupakan bisnis strategis yang sarat dengan aturan main yang ditentukan pemerintah. Setiap perubahan peraturan selalu berimplikasi pada kebijakan perusahaan. Seberapa cepat perusahaan merespon peraturan dan seberapa baik perusahaan mengkomunikasikan perubahan, maka disitu pula tantangannya.

Petrokimia Gresik ini letaknya di tengah-tengah peta Indonesia. Luasnya 500-an hektar, itu berarti sebelas kalinya Negara Vatikan dan tiga kali lebih luas dari Kerajaan Monaco. Saking luasnya, kalau ditanami Tugu Monas, area Petrokimia Gresik ini bisa memuat 2.500-an Tugu. Pabriknya ada tiga puluh satu, dengan usia sudah 48 tahun di tahun 2020 ini, berarti sejak didirikan tahun 1972, setiap tiga tahun sekali ada dua pabrik baru berdiri di Petrokimia Gresik. Barang yang diangkut keluar pabrik setiap tahunnya bisa mencapai volume 8,9 juta ton. Punya aset 40 triliun, itu belum termasuk yang intangible. Karyawannya 2.800-an orang, itu belum dihitung dengan tenaga non organik, nggak punya green belt, bahkan tembok perusahaan sudah berbatasan langsung dengan pemukiman warga, dan bukan hanya berada di nol kilometer tapi tepat berada di jantung masyarakat kota Gresik. Terbayang?

Menjadi Humas Petrokimia Gresik sebagai anggota Holding Pupuk Indonesia (Persero), tentu blessing buat saya, karena yang dikerjakan adalah sesuatu yang keluarannya penting-strategis bagi perusahaan, bangsa, dan negara serta berdampak luas lagi nyata bagi masyarakat. Tapi mengerjakan hal baru, bayangan saya pasti tidak mudah, apalagi dalam era post truth, hoax, dan asimetric information yang menjadi tantangan dalam mengelola informasi.

Menjadi praktisi Humas, kita akan bergelut dengan dinamika masyarakat di sekitar perusahaan, terlibat dalam menjaga hubungan komunitas dan lembaga tetap baik dan harmonis, disamping nyaris setiap tahun selalu berhadapan dengan mitos pupuk langka. Ya, mitos!. Kalau pupuk bersubsidi dikatakan langka saya pikir tidak tepat, namun bila terjadi kekurangan dimungkinkan, karena faktor alokasi pupuk bersubsidi tidak menjangkau seluruh kebutuhan petani. Dinamika ini menjadi tantangan tersendiri, seakan menjadi pengingat bahwa mempertahankan citra dan reputasi perusahaan itu adalah pekerjaan yang lintas wilayah penugasan dan pekerjaannya nyaris nggak pernah mengenal kata usai, sangat dinamis, dan nggak boleh cepat puas.

Dunia kehumasan dewasa ini terus tumbuh dan berkembang. Ilmunya semakin kompleks, tidak hanya komunikasi tapi hampir semua disiplin ilmu; "Humas itu ibarat kombinasi dari jurnalistik, ilmu psikologi, dan lawyer", kata Ronn Torossian, CEO 5WPR, salah satu profesional PR yang paling dihormati di Amerika. Sekarang malah dibutuhkan pemahaman terkait big data, digital era, kecerdasan buatan (AI), dan new social media. Sebagai PR/Humas, kita akan mendapatkan tantangan berbeda setiap hari, jadi nggak bisa nggak, harus terus sinau, belajar lagi, harus beradaptasi.

Untuk mengelola aspek kehumasan, pendidikan formal komunikasi memang dibutuhkan, tapi bukan yang utama. Prinsip pendidikan formal pada dasarnya adalah upaya membentuk pola pikir. Jika pola pikir sudah terbentuk, ilmu atau pengetahuan apapun bisa dipelajari, termasuk komunikasi. Kendati demikian, latar belakang pendidikan pertanian bukan tidak berguna. Pendidikan pertanian justru menjadi modal kuat saya baik sebagai seorang marketer maupun profesional PR. Hikmahnya adalah karena produk utama Petrokimia Gresik adalah solusi bagi agroindustri, maka pendidikan formal pertanian sangat menopang penguasaan saya terhadap konten, fenomena, dan product knowledge.

Saya beruntung bekerja bersama orang-orang yang lembut dan luar biasa, saya juga banyak dimudahkan karena pendahulu saya telah memberi pondasi kuat, jadi saya hanya tinggal melanjutkan saja. Perusahaan yang memilih orang-orang berjiwa lembut dan berbudi pekerti adalah perusahaan yang berhati nurani. Hati nurani adalah kualitas dasar seorang PR. Hati nurani memberikan pedoman salah, benar, tepat, atau tidak tepat bagi setiap pribadi, organisasi, maupun kelompok masyarakat.

Menjadi Humas #

Menurut CareerCast, profesi Humas setiap tahun selalu masuk dalam Top 10 Most Stressful Job. Ini menarik. Banyak pakar menyebut beberapa hal yang paling berkontribusi dalam predikat tersebut. Pertama, ketidakpastian. Kedua, faktor lingkungan kerja. Ketiga, berkenaan dengan tenggat waktu, dan Keempat, risiko tidak disukai. Bisa dibilang Humas bekerja 24/7 mulai dari menangani krisis, technical meeting, membuat konten publikasi, mendokumentasi, merumuskan stand by statement dan press release, menentukan key messages, melakukan media monitoring, stakeholder management, media management, memerangi hoax dan spam, belum lagi yang berkenaan dengan protokoler, event management, dan lainnya. Ada lagi, tentu praktisi Humas harus berurusan dengan berbagai pihak dan profesi, mulai klien, CEO, Direksi, wartawan, aparat, politisi, LSM, masyarakat, stakeholders, sampai selebritis, dan mungkin juga NGO.

Pengelolaan informasi saat ini menjadi arus besar dalam sebuah perusahaan. Karenanya dalam perkembangan bisnisnya, sebuah perusahaan yang menempatkan Humas sebagai unit yang "the last to be informed, but the firts to be react", adalah perusahaan yang ketinggalan jaman. Humas nggak boleh lagi dianggap sewaktu-waktu tapi harus blended sebagai fungsi strategis Manajemen dalam kaitannya untuk membangun, menjaga kesinambungan, dan melindungi reputasi perusahaan.

Perkembangan dunia public relations saat ini menempatkan Humas tidak hanya sebagai loud speaker dari Direksi, tetapi perlu memberi nilai lebih pada pesan yang disampaikan, bahkan harus menjadi partitur korporasi. Ia tidak hanya sekedar petugas yang berbicara tetapi juga menjadi Humas yang punya nalar dan berpikir. Dalam perjalanannya, Humas sering dianggap penting dan strategis karena Humas memang harus langsung bergandengan dengan pembuat keputusan tertinggi. Misal, CEO atau salah satu Board of Director sebuah perusahaan mau diwawancarai media, ia akan memangil Humas-nya, lalu bertanya, apa pesan yang harus kita sampaikan?. Harus sudah terlatih, dan Humas harus tahu bagaimana membuat key messages yang tepat. Humas adalah advisor bagi CEO-nya.

Ya, Humas dituntut harus berhasil merumuskan pesan, menulis, dan menentukan sudut pandang, lalu menyusunnya untuk khalayak tertentu, kemudian menyampaikan secara efektif, dan melakukan semuanya dengan strategi yang inovatif-berkelanjutan. Bekerja sebagai Humas itu tidak hanya bekerja dalam konteks saat ini, tapi juga menempatkan hal-hal yang akan terjadi di masa depan dalam rencana komunikasinya. Merumuskan pesan kunci bagi Humas Petrokimia Gresik itu super duper penting. Petrokimia Gresik punya audiens yang variatif dan masing-masing sangat segmented. Misal petani, milenial, pemerintah, pelaku bisnis, masyarakat lokal, dan lain sebagainya. Prinsipnya, angle dari narasi yang dibangun bisa sangat berbeda namun tanpa menghilangkan pesan kunci yang sama.

Seorang Humas juga harus siap sebagai call center, ini mengajari saya bagaimana sebagai seorang Humas harus punya jiwa melayani yang baik. Pelanggan mengeluh bukan sesuatu yang perlu saya takuti, begitu juga ketika berhadapan dengan media, LSM, dll. Mereka semua butuh solusi. Identifikasilah masalah kita, dan gunakan kekuatan dan energi kita untuk memproduksi solusi. Kadang satu-satunya masalah yang benar-benar kita miliki adalah kita pikir bahwa kita seharusnya tidak memiliki masalah. Padahal, masalah sejatinya mengantar kita ke level yang lebih tinggi. Bila praktisi Humas menemukan masalah, selesaikan masalah itu secepatnya, sekarang juga, dan produksi banyak solusi.Berikutnya, untuk menjaga fokus dan memperkaya khasanah, dalam mengelola aspek komunikasi biasanya saya selalu menempatkan diri sebagai teman kepada seluruh stakeholder, atasan, kolega, termasuk dengan media. Terbinanya hubungan baik layaknya teman itu melahirkan kepercayaan bahwa bila bersama, tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan.

Mengelola Isu dan Krisis #

Praktisi Humas juga harus bisa berbahasa bisnis. Ia harus bisa menterjemahkan visi, misi, nilai, dan tujuan perusahaan, baik kepada seluruh orang di perusahaan maupun kepada publik. Ia harus memiliki kemampuan dalam mengelola isu/agenda setting sehingga bisa merancang materi dan menentukan waktu yang tepat untuk melakukan campaign. Pilihan media memang bisa beragam dan relatif terhadap anggaran. Tapi mengemas pesan itu nggak bisa asal-asalan, perlu keahlian khusus, karena dari nggak ada menjadi ada. Begitu salah menentukan isu yang dimunculkan, nggak pas momentumnya, ya nggak ‘meledak’ campaign-nya.

Menjadi Humas, saya merasa kita harus menunjukan rasa ingin tahu yang besar tentang business acumen. Jangan hanya menjadi Humas yang medioker, yang biasa-biasa saja, kita harus memiliki passion yang besar terkait bisnis korporasi, dan bukan hanya tentang dunia kehumasan. Saya pernah dinasehati seorang PR Gurus, bahwa Humas korporasi harus bisa bekerja secara multidimensional, ini bukan hanya soal hubungan masyarakat, tapi tentang seorang yang dapat dipercaya, baik secara integritas, analisis, maupun rekomendasi, dan implementasi. Ya, popularitas bagai seorang praktisi Humas tidak cukup, praktisi Humas harus punya integritas. "Public relations fails when there is no integrity”, begitu kata Viv Segal, CEO Sefin Marketing, lembaga konsultan komunikasi paling top di Afrika.

Tiga tahun belakangan ini saya selalu ingin terlibat mendorong setiap Insan Petrokimia Gresik untuk bisa jadi orang yang mampu mengkomunikasikan, baik program maupun merubah mindset publik. Menjadi duta komunikasi perusahaan, dan mampu menjelaskan permasalahan ke publik dengan baik. Upaya ini tentu harus dibarengi dengan upaya-upaya penguatan dari sistem. Seluruh petugas penjualan/representasi Petrokimia Gresik di seluruh Nusantara sudah ditetapkan menjadi spokeperson/juru bicara perusahaan. Secara sistem, pengelolaan komunikasi di Petrokimia Gresik sudah naik kelas. Selanjutnya bagaimana kita memastikan sistem tersebut tidak hanya secara agresif terus menerus dapat menopang bisnis perusahaan, tapi juga menjadi benteng komunikasi perusahaan disaat terjadi krisis.

Berikutnya, pekerjaan rumah Humas korporasi adalah sistem manajemen isu yang belum disadari sepenuhnya. Masalahnya banyak kita yang memiliki pola pikir yang kontraproduktif. Ada isu, memang belum kelihatan, jadi buat apa diurusi sekarang. Padahal, manajemen isu itu adalah mengelola isu yang mungkin terjadi. Kalau memang tidak terjadi, ya syukur Alhamdulillah. Tapi kalau terjadi, kita bisa menanggulangi dengan cepat sesuai prosedur, dan sudah ada stand by statement untuk merespon. Nggak cukup disitu, bahkan kita harus sudah melakukan simulasi-simulasi.

Jadi, Humas korporasi tidak boleh bingung dan panik jika suatu krisis terjadi, karena skema Manajemen telah menyiapkan aspek komunikasinya (siapa mengatakan apa, kapan, bagaimana, kepada siapa, dan sebagainya). Sehingga jika krisis menyeruak, perusahaan telah memiliki sistem yang responsif, cepat, dan tanggap. Metabolisme korporasi dapat dibaca dari raut wajah PR-nya. Sebagai pembuluh darah korporasi, bahkan Humas sering dianalogikan sebagai wajah Direksi dalam keadaan darurat. Kecemasan Direksi terhadap suatu krisis tidak boleh dibaca oleh publik. Oleh karenanya, perusahaan yang bonafide harus sudah menetapkan Kebijakan Komunikasi Perusahaan. Kebijakan ini selanjutnya harus diterjemahkan ke dalam sebuah Pedoman Komunikasi Perusahaan yang di dalamnya mengatur Strategi Komunikasi, Manajemen Isu, Manajemen Krisis, Strategi Media Massa, serta Corporate Campaign. Setiap krisis selalu menuntut respon yang tepat. Respon krisis korporasi tentu melibatkan respon komunikasi publik, yakni memastikan masyarakat umum, media, karyawan, dan pemangku kepentingan memahami tentang, “Apa yang terjadi”, dan “Apa yang sudah dilakukan oleh korporasi mengenai hal ini”.

Harus Menulis dan Rajin Membaca #

Menjadi Humas perusahaan setidaknya kita akan belajar menghargai berbagai hal sekecil apapun itu. Perlu diingat bahwa pendidikan tinggi tidak berarti kita otomatis lebih pintar dari yang lain. Nalar itu tidak punya gelar, itu menurut pelaku Sun Gazing. Saya mengutipnya dari artikel yang saya baca beberapa waktu yang lalu. Tapi prinsipnya adalah fakta bahwa kebanyakan orang sukses punya nalar yang kuat (strong common sense), untuk bisa berfikir strategis dan melahirkan kemampuan analitik yang baik. Tanpa nalar yang kuat, ia akan gagal menyusun rencana komunikasinya. Singkatnya, ia tidak akan dapat memenangkan hati publik.

Oleh karena itu untuk melatih nalar, biasanya seminggu sekali saya punya waktu khusus untuk menulis dan membaca buku, sesibuk apapun saya selalu sempatkan membaca buku. Saya pikir praktisi Humas itu harus banyak menulis, terutama membaca. Jangan bilang tidak ada waktu untuk membaca. Humas yang nggak punya waktu untuk membaca, ibarat supir angkot yang nggak punya waktu untuk mengisi bensin. Kalau sudah begitu kita akan menjadi Humas yang macet dengan dua tipe, pertama kita menjadi sangat sensitif di tempat kerja, dan kedua kita akan menjadi Humas yang lagaknya sudah paling bener dan merasa seperti di puncak. Saya percaya bahwa membaca membuat kita penuh, menulis membuat kita teliti, dan diskusi membuat kita siap, dan semuanya harus menjadi kebiasaan seorang profesional PR.

Harus Diuji oleh Publik #

Program-program Humas memang dirumuskan untuk menjawab tantangan komunikasi perusahaan. Semakin bonafide Humas suatu perusahaan, tentu standar penilaiannya sudah tidak akan lagi puas dan cukup dinilai oleh hanya internal perusahaan, Humas membutuhkan masukan dan penilaian dari publik secara luas, untuk melihat apakah program-program yang dirumuskan relevan terhadap positioning, citra, dan reputasi perusahaan.

Program Humas sudah tidak cukup lagi dikelola ala manajemen dodol sate, diprogram-programkan sendiri, dikerja-kerjakan sendiri, dinilai-nilai sendiri. Program kehumasan harus berani diuji di ranah publik yang lebih luas. Hampir seluruh program Humas adalah subject to question and scrutiny, haruslah 'dipermasalahkan' dalam 'debat' sebelum dijadikan keputusan.

Salah satu tempat menguji selain kampus adalah organisasi/lembaga profesional PR. Lembaga tersebut tempat ujian, bukan pujian. Praktisi Humas seharusnya diuji di lembaga-lembaga tersebut. Sebab, organisasi/lembaga profesional PR itu menjadi gudangnya pemikiran, selain dapat menjadi media untuk menggali ide dan gagasan kehumasan, di sanalah ketajaman, koherensi, dalil-dalil dari program Humas diperiksa. Praktisi Humas tidak boleh tidak, harus dekat dengan berbagai organisasi/lembaga profesional PR maupun kampus sebagai salah satu tempat ujian yang sahih, untuk mengujikan program-programnya.

Berikutnya, ambilah sertifikasi kehumasan/public relations. Tapi, sertifikasi itu sekedar meningkatkan bergaining position kita sebagai praktisi Humas, itu hanya membuktikan bahwa kita punya kompetansi yang dibutuhkan dalam menjalankan peran kita sebagai Humas korporasi.

Bukan Superman, tapi Superteam #

Humas Petrokimia Gresik bukan Superman, tapi yang ada adalah Superteam. Berbagai rekognisi dan penghargaan yang datang sejatinya hanya mensimbolkan substansi saja tidak lebih, substansinya adalah bahwa di Petrokimia Gresik ada kerja sama, pertolongan antar unit kerja, tim yang kuat, kreatif, dan punya daya lenting di balik kesuksesan. Bekerja memang bukan untuk mencari penghargaan, namun penghargaan adalah ukuran bahwa telah terjadi perubahan,“teamwork makes the dream work!”, kata orang.

Praktisi Humas juga harus mampu mengelola reaksi. Responsif boleh tapi reaktif jangan. Semenjak kecil saya diajari orang tua ilmu takaran, yaitu segala sesuatu itu harus ada takarannya. Misal, saat ini waktunya tampil, waktunya bicara. Atau, sekarang ini waktunya diam, jangan bicara dulu, tapi tunggu dulu sampai matang, entah besok atau lusa. Di Humas, saya beruntung memiliki ilmu itu karena membantu saya untuk tidak reaktif.

Berikutnya, praktisi Humas harus menghindari patronase. Patronase merupakan bom waktu dalam korporasi karena kepentingan dan kelangsungan hidup banyak orang dalam suatu korporasi ditumpukan semata kepada figur yang kuat. Masyarakat dalam suatu organisasi korporasi perlu diajak dan dididik untuk percaya pada sistem dan cita-cita, bukan semata-semata pada orang. Percuma difigurkan bila tidak membangun sistem. Jadi menurut saya, figur yang kuat harus secara sadar (dan mau) dilembagakan menjadi kekuatan sistem. Pada saat yang sama, figur yang besar dan kuat mesti didorong untuk membangun sistem yang mapan.

Lalu, sinergi jelas harus terus dirajut. Tapi, sinergi itu nomer dua, nomer satunya networking. Kalau sinergi didahulu-dahulukan, maka hasilnya bisa hanya pura-pura, tapi kalau yang dijalinkan itu pertemanan dan perkawanan, apapun pekerjaannya akan lebih mudah. Pertemanan adalah produk pencarian, sedang perkawanan adalah hasil perjuangan.

Khatimah #

Menjadi Humas Petrokimia Gresik itu menyenangkan. Ibarat waktu memang terasa cepat berlalu bila kita bersenang-senang dengan pekerjaan kita. Belum banyak berbuat eh, nggak terasa sudah tiga tahun berlalu. Namun lebih dari itu, Humas tidak boleh sekedarnya saja, tidak boleh tidak, Humas harus terus belajar dan mendefinisikan ulang profesinya melalui nalar, dengan tidak terpaku pada basis teori komunikasi.

Kita tidak bisa hanya duduk dan khawatir mengenai segala sesuatu. Bagaimana mungkin kita tahu dan dapat memberikan respon yang baik serta tepat bila kita hanya hidup dalam lingkup wilayah tertentu setiap harinya apalagi dalam jangka waktu lama?

Kata orang, sebagian manusia menggambarkan waktu seperti uang. Sebagai alat tukar, ia bisa ditukar dengan apa saja; dengan kemewahan, kesederhanaan, kebermanfaatan, keegoisan, kesombongan, atau kemurahan. Bisa bermanfaat hanya untuk diri sendiri saja, bagi sekeliling atau lebih besar lagi manfaatnya. Praktisi Humas yang beruntung adalah yang besar faedahnya bagi yang lain. Kelak semua dihargai juga oleh Sang Pencipta; minus-draw-plus terserah kita membelanjakan waktu kita.

Saya mencintai pekerjaan, tapi lebih cinta pada perusahaan ini. Terima kasih untuk banyak pihak, saya menjalani tiga tahun yang luar biasa menjadi Humas Petrokimia Gresik. Mohon maaf atas segala kekurangan. Time flies like an arrow - and I'm sure time will move even faster when you're having fun. Setelah ini tentu masih banyak pekerjaan yang harus dituntaskan, Fa-idzaa faraghta faanshab. Welcome to the disruptive era, saat semua orang bisa menjadi Humas. Let's keep up the good work, and always give your best.

Vivat Petrokimia Gresik!, Bravo Pupuk Indonesia!

"Next to doing the right thing, the most important thing is to let people know you are doing the right thing."

- John Davison Rockefeller -

Tentang Penulis

Foto 2

Muhammad Ihwan

Muhammad Ihwan. Kelahiran Yogyakarta, tinggal di Gresik. Suka membaca dan menulis, seneng marketing dan public relations. Pernah menjadi Juru Bicara Perusahaan dan mengelola penjualan retail untuk seluruh wilayah Indonesia, serta mengelola program TJSL, CSR, dan comdev. Saat ini bertugas mengembangkan produk-produk baru perusahaan.

Top 10 Negara Pengunjung:
Total Pengunjung: