Shutterstoc

01

Mei

2020

BURUH MEMANDANG HARI BURUH

Buruh, tani, mahasiswa, kaum miskin kota

Bersatu padu rebut demokrasi

Gegap gempita dalam satu suara

Demi tugas suci nan mulia

Hari-hari esok adalah milik kita

Terbebasnya massa rakyat Pekerja

Terciptanya tatanan masyarakat..

Sosialis-religius

AWAL MAY DAY DAN 8 JAM KERJA SEHARI #

May Day yang sekarang diperingati setiap 1 Mei ini lahir dari berbagai rentetan perjuangan kelas pekerja untuk meraih kendali ekonomi-politis hak-hak industrial. Pengetatan disiplin dan pengintensifan jam kerja, minimnya upah, dan buruknya kondisi kerja di tingkatan pabrik, di negara-negara kapitalis di Eropa Barat dan Amerika Serikat melahirkan perlawanan dari kalangan kelas pekerja.

Pada tanggal 1 Mei tahun 1886, sekitar 400 ribu buruh di Amerika Serikat mengadakan unjuk rasa besar-besaran untuk menuntut pengurangan jam kerja mereka menjadi 8 jam sehari dan menuntut perlakukan yang lebih adil dari para pemilik modal. Aksi yang berlangsung selama empat hari ini membuat polisi Amerika menembaki para buruh tersebut, hingga menimbulkan korban ratusan orang tewas. Kemudian oleh Konggres Federation of Organized Trades and Labor Unions pada tahun 1886 tanggal 1 Mei ditetapkan sebagai hari perjuangan kelas pekerja dunia, selain keberhasilan tuntutan delapan jam sehari, juga memberikan semangat baru perjuangan kelas pekerja pada era tersebut.

Indonesia pada tahun 1920 juga mulai memperingati hari Buruh setiap tanggal 1 Mei ini. Namun sejak masa pemerintahan Orde Baru, Hari Buruh tidak lagi diperingati di Indonesia, karena gerakan buruh dihubungkan dengan gerakan dan paham komunis yang sejak kejadian G30S/PKI pada 1965 ditabukan di Indonesia. Sehingga pada masa itu, aksi untuk peringatan May Day masuk kategori aktivitas subversif, karena itu tadi May Day selalu dikonotasikan dengan ideologi komunis. Walapun sebenarnya konotasi ini tidak pas, karena mayoritas negara-negara di dunia ini bahkan yang non dan anti komunis juga menetapkan tanggal 1 Mei sebagai Labour Day dan menjadikannya sebagai hari libur nasional.

Setelah Orde Baru berakhir, setiap tanggal 1 Mei kembali marak dirayakan oleh buruh di Indonesia dengan unjuk rasa di berbagai kota. Kekhawatiran bahwa gerakan massa buruh ini menimbulkan kerusuhan, ternyata tidak pernah terbukti. Sejak peringatan May Day tahun 1999 hingga kini tidak pernah ada tindakan destruktif yang dilakukan oleh gerakan massa buruh yang masuk kategori "membahayakan ketertiban umum", sebaliknya yang terjadi malahan tindakan represif aparat keamanan terhadap kaum buruh.

KONTEKS INDONESIA #

Sebagai seorang buruh saya melihat dalam konteks Indonesia, setidaknya terdapat empat kelompok masyarakat yang memerlukan kesungguhan kita semua untuk memperjuangkan nasib dan kesejahteraannya. Mereka itu Pertama, adalah kaum petani. Kedua, buruh dan penganggur. Ketiga, nelayan dan Keempat, saudara kita yang merupakan kelompok margin di daerah perkotaan (urban).

Petani khususnya di Pulau Jawa sebagian besar sudah tidak lagi memiliki lahan pertanian sehingga berubah statusnya dari pemilik menjadi buruh tani. Buruh dan penganggur sangat mengalami kesulitan dalam kehidupan karena tingkat upah dan keterampilannya rendah. Penganggur masih menghadapi berbagai kendala untuk memperoleh pekerjaan yang layak bagi kehidupannya. Nelayan kita masih terbelakang, sehingga dalam alam perkembangan teknologi yang luar biasa, sering mereka justru menjadi penonton dan bahkan menjadi korban kemajuan teknologi tersebut, karena tingkat penguasaan teknologi yang kurang. Kelompok margin di perkotaan (urban) mengalami kesulitan untuk bertahan hidup, bahkan sering menjadi vicious circle, persoalan tersendiri yang pelik bagi pemerintah daerah.

Bentuk gerakan buruh yang dilakukan tidak melulu merupakan aksi terbuka, juga aksi klandestin, sembunyi-sembunyi, seakan mengungkap ada sisi lain dari dimensi perjuangan buruh. Aksi tersembunyi dianggap lebih aman dilakukan karena tidak membahayakan kelangsungan kerja. Dengan demikian, banyak buruh yang memilih terlibat dalam aksi-aksi semacam ini daripada bentuk aksi terbuka.

Dari sisi pengurus serikat, kerangka politik perburuhan tradisional tampaknya masih mendominasi wacana aktivis dan pengurus serikat buruh di Indonesia. Keterlibatan dalam serikat dan aksi mogok kerja dijadikan satu-satunya indikator untuk mengukur tingkat partisipasi buruh. Minimnya keterlibatan buruh dalam aksi-aksi terbuka serta-merta dikaitkan dengan rendahnya militansi dan solidaritas mereka terhadap gerakan buruh yang lebih luas.

Sebenarnya tidak juga seperti itu. Sebagian aktivis buruh gagal dalam melihat aksi-aksi perlawanan kecil tersembunyi ditempat kerja dan melihatnya sebagai bagian dari gerakan buruh yang ada. Penting dan perlu ditelaah bahwa maraknya aksi klandestin ini juga bisa dijadikan indikator lemahnya pengorganisasian buruh di tempat kerja dan rendahnya kepercayaan buruh terhadap serikat buruh. Pelemahan serikat buruh juga terkait dengan perubahan karakteristik konstituen yang dimobilisasinya.

Serikat buruh tradisional mendasarkan pengorganisasian pada buruh-buruh permanen. Sementara tren yang berkembang sekarang adalah maraknya sistem kontrak, borongan, kerja paruh waktu, jangka pendek, dan pekerjaan kasual, penggunaan agen tenaga kerja ataupun outsourcing, dan self-employment. Oleh karena itu, penting bagi pengurus serikat untuk memperluas wacana juga cakupan konstituennya. Tantangan berat yang dihadapi serikat buruh ini tidak bisa dihadapi sendiri tetapi harus bersama padu dengan gerakan lain seperti gerakan rakyat miskin kota.Karena Hari Buruh sebaiknya dapat kita jadikan sebuah momentum kebangkitan transformasi SDM Indonesia ke arah yang lebih baik dengan pandangan yang arif dan lebih menyeluruh dan komprehensif. Tuntutan buruh kelihatannya perlu kita pandang dan kaji jangan hanya dari sisi Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan revisi UU Ketenagakerjaan, apalagi kita tahu bahwa UU ini juga masih mengandung banyak kelemahan, baik ditinjau dari sudut kepentingan buruh, pengusaha, pemerintah, ataupun masyarakat pada umumnya.

Peralihan perundang-undangan lainnya juga harus mengikuti hierarki yang seharusnya, komprehensif dan relevan serta antisipatif terhadap perubahan yang begitu cepat. Karena itu selain inventarisasi, perlu dilakukan pengkajian dan perumusan kembali secara matang agar dapat meningkatkan kesempatan kerja, kesejahteraan buruh dan iklim berusaha yang kondusif.

BEBERAPA TAWARAN #

Ke depan dalam memperjuangkan nasib kaum buruh dan pengangguran beserta petani, nelayan dan kaum margin diperkotaan tersebut dapat kita tempuh melalui berbagai upaya. Pertama, negara perlu hadir dan membangun sistem jaminan sosial nasional (jamsosnas) yang memiliki cakupan yang lebih luas. Badan Jaminan Sosial Nasional adalah lembaga penyelenggara yang bersifat nirlaba yang dikelola secara profesional. Melalui lembaga ini kita dapat membangun berbagai kegiatan pembangunan sarana dan prasarana transformasi dan komunikasi untuk menciptakan lapangan kerja, sekaligus penyebaran penduduk dan usaha secara rinci.

Kedua, kita perlu membangun sistem birokrasi pemerintahan yang lebih baik. Sistem pembiayaan yang ada saat ini perlu bertransformasi juga bersama-sama dengan aparatnya agar dapat berperan efektif dan efisien. Sehingga stabilitas keamanan terjaga dan buruh nggak gampang terpancing dengan demo yang ricuh, industri dan perdagangan akan berjalan baik. Pengusaha akan untung, pemerintah mendapatkan pajak, dan buruh akan menerima maslahat yang tak berkekurangan dari produktivitas kinerjanya. Ketiga, produktivitas buruh harus meningkat. Untuk bisa menggenjot pertumbuhan ekonomi, kita butuh ekonomi yang produktif. Bicara produktivitas, maka kita bicara produktivitas buruh. Produktivitas buruh terkait dengan upah buruh. Ekonomi efisien itu harus. Tapi efisiensi tidak berarti harga manusia rendah, yang benar sebaliknya. Upah yang tinggi tidak akan menjadi masalah selama produktivitasnya juga tinggi.

Keempat, kita perlu ikut membangun kembali sistem manajemen pemerintahan yang lebih baik agar segenap program pengembangan daerah dapat berjalan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Pembagian kewajiban dan kewenangan yang berkeadilan.

Kelima, cara kita bernegara yang mengacu pada Pancasila dan UUD 1945, sesuai dengan tujuan pembangunan NKRI perlu kita segarkan kembali. Misal, formulasi upah buruh saat ini sangat ditentukan atas pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Bila pertumbuhan ekonomi belum sesuai dengan proyeksi pemerintah, sementara inflasi pun kian melandai, upah buruh akan sulit naik. Mungkin perlu dibuat fornulasi pengupahan buruh yang ditentukan negosiasi berdasarkan manajemen tripartit.

Mari kita jadikan Hari Buruh sebagai momentum bagi pemerintah, pengusaha, dan buruh untuk bergandeng tangan membangkitkan perekonomian nasional, dengan ikuti aturan pemerintah, disiplin hidup sehat, dan jangan mudah terprovokasi.

Sumber gambar : Shutterstock

Tentang Penulis

Foto 2

Muhammad Ihwan

Muhammad Ihwan. Kelahiran Yogyakarta, tinggal di Gresik dan Jakarta. Suka membaca dan menulis, menyenangi marketing dan public relations. Pernah menjadi juru bicara perusahaan, menangani pengelolaan program TJSL, CSR, dan comdev, serta mengelola penjualan retail untuk seluruh Indonesia. Saat ini mengelola penjualan sektor korporasi untuk domestik dan mancanegara.

Top 10 Negara Pengunjung:
Total Pengunjung: