Photo 1622037022824 0c71d511ef3c

25

Okt

2022

MERAWAT ASAS KEKELUARGAAN SEBAGAI CULTURAL STRATEGY PERTAHANAN NEGARA

SEBUAH PONDASI

Keluarga adalah medium berkumpulnya beberapa orang yang karena terikat oleh satu turunan, lalu mengerti dan merasa berdiri sebagai suatu gabungan dengan kesatuan kehendak yang sama-sama memperteguh gabungan itu untuk kemuliaan salah satu atau semua anggota. Itu prinsip dasarnya. Keluarga mempunyai peran yang sangat besar dalam membangun pondasi karakter bangsa, kematangan, dan struktur kepribadian anak sebagai generasi penerus bangsa sangat ditentukan oleh keluarganya.

Sebagai elemen pokok pendidikan, keluarga berperan dalam menciptakan naturalisasi sosial, membentuk kepribadian-kepribadian yang tangguh, dan mampu berdaya saing serta menanamkan berbagai kebiasaan yang baik bagi anggotanya. Sebagai organisasi terkecil, keluarga turut mempengaruhi karakter dan mentalitas bangsa. Bahkan dapat dikatakan bahwa bangsa yang kuat akan sangat bergantung pada pembangunan keluarga yang baik.

Oleh karenanya, lembaga keluarga yang seperti itu harus dipromosikan sedemikian rupa ke ranah lembaga yang lebih luas lagi yang bernama bangsa dan negara. Bukankah kemerdekaan Indonesia diraih berkat solidaritas setiap manusia Indonesia untuk bahu membahu sebagai satu keluarga besar bangsa Indonesia yang menghendaki kemerdekaan melalui persatuan dan kesatuan. Bukankah keluarga juga merupakan salah satu elemen pembentuk negara melalui perjanjian-perjanjian antara anggota-anggotanya. Dengan demikian, jelaslah bahwa urgensi pembangunan keluarga dalam membentuk ketahanan keluarga yang bermuara pada ketahanan nasional menjadi sangat penting.

Dari keluarga lantas terbentuklah sistem kekeluargaan, artinya suasana batin sebuah keluarga dibawa masuk untuk menjiwai suasana pergaulan, lingkungan, dan pekerjaan, termasuk ke dalam suasana berbangsa dan bernegara sebagai instrumen strategis bagi berbagai kelompok sosial yang ada di masyarakat Indonesia yang plural.

Dengan berseminya nilai-nilai kekeluargaan dalam sistem berbangsa dan bernegara, berarti keluarga sebagai asal muasal pemahaman telah menjadi tempat sosialisasi dan pendidikan secara baik pula. Dampaknya, tentu akan menjadi baik pula terhadap masa depan generasi penerus. Thus, kedudukan dan fungsi keluarga sebagai penerus kebudayaan dan wahana pembentukan sumber insani yang berkualitas pun dapat pula ditampilkan, dan berpotensi untuk mendukung pembangunan.

Hadirnya asimilasi nilai kekeluargaan ini dipercaya akan mampu mereduksi jarak sosial. Terjalinnya situasi saling tegang antar elemen masyarakat dan kontraksi berbagai masalah sosial yang ada di masyarakat akan hilang dengan sendirinya dengan semakin masifnya proses asimilasi nilai kekeluargaan di kalangan masyarakat. Namun, asimilasi hanya akan terjadi bila elemen-elemen dalam masyarakat saling berinterseksi. Sebaliknya, polarisasi agregasi elemen masyarakat justru akan menyebabkan asimilasi suatu masyarakat akan sulit terjadi.

SESANTI KEKELUARGAAN

Dalam percakapan publik kita mengenal istilah “asas kekeluargaan”. Semangat yang digelorakan melalui asas kekeluargaan ini kemudian melahirkan semangat gotong royong, yang akhirnya telah menjadi kebiasaan bagi masyarakat Indonesia. Sikap ini telah lama berkembang sejak kehidupan nenek moyang bangsa Indonesia. Saat ini semangat kekeluargaan dan gotong royong secara luas telah dipraktikkan dalam berbagai bidang kehidupan sehari-hari. Nilai kekeluargaan ini merasuk dalam setiap sendi-sendi pembangunan bangsa, menjadi semangat yang dipraktikkan dari mulai RT, RW, karang taruna, desa, sekolah bahkan masyarakat, bangsa dan negara. Semangat kekeluargaan juga dikembangkan dalam kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan bidang keagamaan, keamanan, pertanian, dan banyak bidang lainnya. Nilai-nilai ini dengan mudah menjadi semangat karena asas tersebut sejatinya mengandung prinsip kebersamaan (mutual help) dan kerja sama (group action), yang sudah ada sebelumnya dalam sebuah keluarga.

Kemudian dalam perkembanganya, bangsa Indonesia memiliki nilai-nilai luhur budaya dan empat konsensus dasar bangsa, yang harus dijaga demi keutuhan bangsa, serta mencegah sikap intoleran dalam membangun karakter dan yang dapat mendormansi kemajuan bangsa Indonesia di masa mendatang. Salah satu jaring penguat keutuhan bangsa adalah dengan membumikan dan menyebarluaskan nilai-nilai kekeluargaan tadi.

Kita ingin asas kekeluargaan ini menjadi rumah pemahaman bersama bahwa penyelenggaraan pembangunan ketahanan dan kesejahteraan nasional hendaknya dilaksanakan secara kekeluargaan, menonjolkan ciri-ciri kebersamaan, keadilan, kearifan, kebersamaan, gotong royong, tenggang rasa, dan tanggung jawab dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat.

CULTURAL STRATEGY

Dewasa ini bila kita resapi, nampak kian banyak masalah yang menerpa bangsa, konfik antar pemeluk agama yang semakin menyalahi makna Ketuhanan yang Maha Esa, praktik-praktik pengorbanan kemanusiaan yang adil dan beradab. Suburnya perseteruan dan bukan persatuan antar anak bangsa kian mengancam persatuan bangsa. Kolusi, korupsi, dan nepotisme yang seakan menggoyang hikmah kebijaksanaan. Keadilan sosial yang bagai jauh panggang dari api. Itu semua tidak lain karena jiwa kekeluargaan telah tercabut dalam praktik berbangsa dan bertanah air.

Padahal bila menilik ke belakang, para founding father bermaksud untuk membentuk negara yang berdasarkan budaya Indonesia. Kehidupan masyarakat berdasarkan budaya Indonesia adalah kehidupan hubungan kekeluargaan. Negara yang berdasarkan hubungan kekeluargaan merupakan suatu negara integral yang lebih kuat dari kepentingan pribadi atau kelompok.

Kita percaya dan meyakini bahwa dalam setiap perubahan besar pasti ada strategi kebudayaan yang bekerja di dalamnya. Hal ini menyangkut cara pandang, penguasaan, menempatkan manusia dengan semua lingkungan sekitarnya. Kita mengenal ada revolusi industri di Jepang, kita mengenal adanya Restorasi Meiji. Ada prinsip-prinsip kebudayaan yang diartikulasikan dalam relasi ekonomi politik dan hukum. Bushido di Jepang itu termasuk bagian dari strategi kebudayaan.

Bagaimana dengan China? Banyak pihak menyebut strategi budaya China di bawah Mao Zedong itu gagal total. Salah satu revolusi budaya China antara lain mengubah haluan Partai Komunis China dari Marxisme-Leninisme ke Confusianisme-taoisme, walaupun sebenarnya komunis-nya tetap, hanya nilai-nilainya saja yang diganti dari Marxisme ke Confusianisme. Sejauh ini strategi kebudayaan China belum bisa disebut gagal, terutama dalam hal kemajuan ekonomi yang mereka capai.

Begitu juga dengan negara lainnya. Revolusi kebudayaan di Iran menghentikan Islam Liberal Syah Iran Pahlevi dengan Syiah Imam 12. Uni Soviet bubar karena kegagalan Prestorika dan Glassnote. Revolusi buruh di Polandia dengan Rosa Luxemburgo-nya hanya bertahan seumur jagung saja sebelum jatuh ke otoritarianisme. Justru yang cenderung langgeng itu adalah Restorasi Meiji, namun konsekuensinya mengharuskan Kaisar yang diyakini sebagai turunan langit itu hanya sebagai simbol, tanpa kekuasaan eksekutif.

Bagaimana dengan Indonesia? Asas kekeluargaan adalah cultural strategy bangsa Indonesia. Ia merupakan jantung ke-Indonesiaan, kehilangan semangat kekeluargaan dalam kehidupan bernegara dan berbangsa adalah kehilangan segala-galanya. Kehilangan tersebut merupakan kehilangan penting yang akan membuat jalinan persatuan koyak, ibarat perahu yang limbung terhempas ombak tanpa biduk dan jangkar. Kita tentu tidak ingin itu terjadi dalam bahtera Indonesia. Bagaimana pendapat Anda?

*sumber gambar : Andrew Moca on Unsplash

Disampaikan sebagai makalah pada Pemantapan Nilai-nilai (Taplai) Kebangsaan Angkatan II Lemhanas 2022. Jakarta, 26 Oktober 2022.

Tentang Penulis

Foto 2

Muhammad Ihwan

Muhammad Ihwan. Kelahiran Yogyakarta, tinggal di Gresik. Suka membaca dan menulis, seneng marketing dan public relations. Pernah menjadi Juru Bicara Perusahaan dan mengelola penjualan retail untuk seluruh wilayah Indonesia, serta mengelola program TJSL, CSR, dan comdev. Saat ini bertugas mengembangkan produk-produk baru perusahaan.

Top 10 Negara Pengunjung:
Total Pengunjung: