Kelly sikkema Uh5 GWNU Gg GY unsplash

25

Agu

2022

BELI ATAU NGGAK, INI PERTIMBANGANNYA

Sekarang ini umpamanya kalau saya mau beli barang yang sifatnya bukan primer, walau mampu saya nggak langsung beli saat itu juga, setidaknya saya pakai beberapa tahap sebelum memutuskan untuk benar-benar membeli;

  1. Biasanya saya nunggu seminggu-dua minggu. Kalau memang ternyata eh masih kepikiran, artinya saya memang butuh barang tersebut.
  2. Apakah uang saya itu benar-benar ada di saya, saya pegang, bukan uang yang ada di kartu kredit, atau yang ada di orang lain itu nilainya tiga sampai empat kali lipat dari harga barang yang akan dibeli. Kalau nggak sampai, berarti saya sedang nggak bener-bener mampu.
  3. Apakah barang yang akan dibeli itu masuk masuk daftar beli? Maksudnya, apakah kalau barang itu dibeli, bakal mengganggu kebutuhan yang lain atau tidak.
  4. Mungkin mampu saja beli barang tersebut, karena secara perencanaan masuk. Tapi kadang perlu dipikirkan lagi kira-kira kalau nggak beli barang tersebut, uangnya bisa dibelikan apa lagi? mendukung kebutuhan lain atau tidak?

Contoh : saya punya uang 10 juta, terus mau beli gadget seharga 8 juta, artinya sebenernya saya belum mampu beli gadget tersebut, kenapa?

  1. Uang yang ada nggak sampai tiga kali lipat dari harga gadget tersebut.
  2. Hanya sisa 2 juta yang kurang lebih nggak cukup bagi saya untuk membeli kebutuhan lain yang lebih penting dan mendesak, belum lagi kita biasanya perlu jogoruno untuk hal-hal emergency yang sifatnya mendadak yang sekiranya bakal lebih besar biayanya. Ini semua kesimpulannya, saya punya uang tapi nggak punya budget. Hehehe.

Ribet ya? iya. Mungkin hal-hal tersebut agak counterintuitive, tapi sudah banyak saya coba terapkan termasuk ketika kita mau belajar hal baru, coba persulit proses pembelajarannya.⁣ Nate Kornell, seorang cognitive psychologist dari Amerika menjelaskan pernyataan di atas dengan konsep yang namanya "desirable difficulties".⁣ ⁣Ide ini juga mirip dengan manageable difficulty-nya Mark Manson, dalam buku gilanya, The Subtle Art of Not Giving a F*ck.⁣⁣Ya, saya belajar. Buat enhance pengelolaan keinginan beli-beli barang sepertinya sih memang perlu desirable difficulties tadi.⁣ Prinsipnya cermat saja dalam membeli, hasilnya nggak akan mengecewakan. Kira-kita gitu.

Barangkali bermanfaat untuk teman-teman. Hemat itu gaya hidup. Ibu saya dulu pernah bilang, hemat tapi jangan pelit. Apalagi ini jaman susah, kita nggak tau apa yang sebenernya yang sedang terjadi di dunia ini. Nggak papa biasa-biasa saja, yang penting nggak punya hutang untuk hal yang tidak menjadi kebutuhan primer. Jangan sering-sering boros dengan dalih self reward. Peace! (mi)

*Tulisan disadur dari berbagai sumber. Sumber gambar : Kelly Sikkema

Tentang Penulis

Foto 2

Muhammad Ihwan

Muhammad Ihwan. Kelahiran Yogyakarta, tinggal di Gresik dan Jakarta. Suka membaca dan menulis, menyenangi marketing dan public relations. Pernah menjadi juru bicara perusahaan, menangani pengelolaan program TJSL, CSR, dan comdev, serta mengelola penjualan retail untuk seluruh Indonesia. Saat ini mengelola penjualan sektor korporasi untuk domestik dan mancanegara.

Top 10 Negara Pengunjung:
Total Pengunjung: