21
Feb
2015
Ada benarnya idiom: “belum mengunjungi Makasar atau dikenal juga sebagai kota anging mamiri jika belum mengunjungi Losari”. Sembari menikmati pisang epe (pisang yang dibakar dan dicampur dengan air gula merah) berkunjung sambil melepas pandangan ke lautan luas.
Pantai Losari memang tidak pernah ada dalam catatan sejarah panjang kota Makassar, ia hanya pantai biasa yang kemudian karena modernisasi berubah menjadi landmark kota Makassar. Meski demikian, Pantai Losari perlahan-lahan hadir dalam catatan perjalanan kota Makassar, ia kini menjadi ruang publik milik warga kota, tempat warga cerita, bertukar informasi, dan meliput kenangan. Pantai Losari kini jadi milik banyak orang.
Pantai Losari adalah sebuah bentang garis pantai di sisi Barat Makasar. Dahulu, di sepanjang garis pantai ini berderet warung-warung. Bahkan, ada yang menyebutnya sebagai restoran terpanjang di dunia. Pada tahun 1945, bangunan tambahan pantai yang pertama dibuat. Desain lantai dasar beton sepanjang 910 meter digagas oleh Pemerintah Wali Kota Makassar, DM van Switten (1945-1946). Dimasa pemerintahan NICA tersebut, pemasangan lantai ditujukan untuk melindungi beberapa objek dan sarana strategis warga di Jalan Penghibur dari derasnya ombak selat Makassar.
Para pengunjung juga dapat menikmati berbagai macam makanan laut yang masih segar. Di sebelah selatan anjungan Pantai Losari, terdapat sebuah kafe dan restoran terapung yang menggunakan kapal tradisional Bugis-Makassar “Phinisi” dengan menu bervariasi, seperti masakan ikan pari, cumi-cumi dan lobster, karena memang dahulu sebelum dikenal sebagai Losari, warga Makassar menyebutnya Pasar Ikan. Dimasa itu banyak pedagang pribumi yang berjualan. Dipagi hari dimanfaatkan sebagai pasar ikan, sedangkan di sore hari dimanfaatkan pedagang lainnya untuk berjualan kacang, pisang epe dan makanan ringan khas Makassar lainnya.
Saat ini Pemerintah Kota Makassar memasang sebanyak 20 patung tokoh setengah badan di pelataran Anjungan Pantai Losari Makassar. Sejumlah pahlawan yang diabadikan melalui patung setengah badan (patung tarso) di anjungan tersebut diantaranya Syekh Yusuf, Sultan Hasanuddin, Andi Abd Bau Massepe,Arung Palakka,A Sultan Dg Raja, H Aroepala, LA Lasinrang, Lanto Dg Pasewang, Ranggong Rg Romo, La Madukelleng,Nene’ Mallomo, Jend A Muh Jusuf, Mayjen A Mattalatta,Karaeng Pattingaloang,Amannagappa, A Pangerang Pettarani, Maipa Dea Pati, Datu Museng, Pongtiku, dan Andi Djemma. Senang rasanya kembali ke tanah nenek moyang, senang rasanya mengunjungi kita Makassar.. “Sekali Layar Terkembang, Pantang Biduk Surut Ke Pantai!” (mi)
Senarai Acuan
id.wikipedia.org, www.makassarkota.go.id, www.sulsel.go.id