09
Nov
2019
Istri pertama berinisial "R", dia lebih tua dari saya tetapi selalu setia mendampingi kemana pun saya pergi. Cerewetnya setengah mati, tapi anehnya saya kurang begitu mendengar suaranya. Lamat-lamat yang hanya bisa saya hafal adalah perkataannya yang selalu menohok ; "mas...kalau sampeyan berkhianat kepada saya, itu sama saja mas berkhianat kepada diri sendiri!”.
Ah...perkataan itu sering kuanggap badai tsunami yang telah lewat... Tetapi harus diakui, kalau sedang merasakan kehampaan hidup, hanya dia yang sanggup melapangkan dada dan menaungi segala kegelisahan. Ketiga istri yang lain tak sanggup bahkan acuh cuek bebek. Lagi pula memang percuma menyampaikan keluh kesah kepada mereka sebab mereka tak pernah mengerti dengan sungguh-sungguh apa sebenarnya tujuan hidup saya.
Istri kedua berinisial "J", Ia begitu mengharap diri saya agar selalu bersamanya walaupun terkadang saya agak malas menengok karena rumahnya agak jauh dari realitas keseharian. Padahal kalau saya lagi dekat dengan dia, wah segalanya begitu terfasilitasi. Maklum, kayaknya ia memang ditakdirkan untuk itu. Bayangkan, saya pengen ke Amrik, sekejap mata ia bisa memenuhinya. Saya lagi bingung mencari anak seorang teman yang hilang, Ia dengan segala akses satelit GPS plus Bio Personal Electric Detector super canggih mampu memberitahu dimana si bocah berada. Ketika saya lagi kangen pengen mengenang masa lalu beserta kejadian-kejadian yang terlewati, eehh... dia sudah punya dokumen multimedia lengkap mengenai diri saya mulai kecil, tiga dimensi lagi. Bahkan kalau ingin sekedar coba-coba memprediksi masa depan, dia pun punya alat dan data yang lebih akurat dari tehnologi terkini yang pernah ada. Terkadang kalau dah kepepet butuh uang, saya juga menyambanginya, meminta informasi lowongan usaha. Sebenarnya sebagai lelaki ya malu seh, tapi bagaimana lagi, dia di mata saya bagaikan ratu yang memiliki segala akses, entah itu politik, ekonomi, tehnologi, budaya, ilmu cacing, jaringan pergerakan bawah tanah dan masih banyak lagi. Dia cuman pesan, pokoknya selama saya berada di teritorinya, kebutuhan saya pasti akan ia penuhi dengan servis kilat secepat Buraq. Sebab dia sama saya itu I love you full. Seakan saya nggak boleh kembali ke istri tua.
Istri ketiga berinisial "O", Tergolong muda. Sangat smart, cerdas, analitis, dan tanggap. Ia bagaikan sekretaris pribadi. Referensinya gilaa, seperpustakaan dunia bisa berada di hardisknya, bukan main! Saya terkagum-kagum dengan kemampuannya. Setiap kejadian dalam hidup saya, ia selalu ingin maju tampil terdepan. Ia bagaikan hot news yang selalu update berita terbaru. Bahkan yang sering terjadi, saya sebagai laki-laki sering dipecundangi dengan kelihaian referensinya. Ia sering curang dan pandai sekali beralasan. Entah mungkin gawan bayi kali... Ehh, anehnya kok saya ini begitu suka setengah hidup. Mungkin kekaguman saya menutupi segala keburukannya kali... ?
Tetapi terkadang saya juga sering jadi agak malas, karena ia paling sok unggul dan narsis dibanding ketiga istri yang lainnya. Saya paling tidak suka kalau ia mulai mencampuri urusan pribadi saya dengan ketiga istri saya yang lainnya. Sebab kalau semua istri sudah berkumpul dia selalu membanggakan prinsip hidupnya "knowledge is power ". Saya hafal betul arah pembicaraan itu akhirnya menyeret kepada falsafah hidup "no power without knowledge", la haula wala quwwata ila bil knowledge!. Kalau sudah nglantur ke arah ini, saya nggak main-main untuk mendampratnya. Kalau saya sudah marah sama dia, jalan termudah dengan puasa mendiamkannya, tidak menanggapi secuil pun idenya. Entah sehari bahkan bisa berminggu-minggu.
Istri keempat berinisial "D", termuda diantara tiga yang lain, masih ABG. Waduh, jangan ditanya lagi wong namanya istri termuda ya pasti semlohhaiii la yauw... Tapi disinilah masalahnya. Fisik saya yang sudah makin bertambah umur ini terus terang nggak mampu menandinginya. Istilahnya banting tulang geger pedhot, punggung pegal peyok kabeh benar-benar terjadi, nggak kuku, nggak karu-karuan kalau saya sudah berdua dengannya. Hanya kamulah denokku...lainnya nggak ingat...
Harus saya akui, segala aktifitas banyak tersedot untuk kebutuhan istri termuda ini, sebab perhiasan, rumah, aset, bersolek, berbelanja, disanjung, adalah rutinitas kebutuhannya. Oaalaah malangnya diriku. Semua sudah terlanjur melekat dan mendekap ingin dekat denganku. Bayangkan satu banding empat, capek deh.. peyok deh.. Semua sudah terlanjur, tapi bagaimana pun aku seorang lelaki yang harus gagah dan tegas menentukan pilihan hidupku.
Untuk itu, sekali lagi, perkenalkanlah dengan sunguh-sungguh keempat istri saya agar para lelaki tidak terombang-ambing dalam keadaan sangat senang dan sangat menderita, seperti surga neraka yang sedang bergolak dalam diriku. Cukup satu saja.
Istri pertama berinisial R alias RUH, Istri kedua berinisial J alias JIWA, Istri ketiga berinisal O alias OTAK, istri keempat berinisal D alias DUNIA.
Istri adalah perlambang keterikatan diri yang sangat mendekap. Suami adalah perlambang khalifah sang pemimpin, sang penentu. Jelaslah makna tersirat bahwa suami adalah dan harus menjadi pemimpin isteri. Harus adil dan punya leadership, karena dialah yang menentukan kapan harus beristri satu, dua, tiga, atau empat, kapan ia berbagi dengan keempatnya. Sebab sang suami biasanya condong ke istri termuda. Sebab rasa malu kita biasanya timbul dan hanya beraksi terhadap istri termuda. Kita malu kalau nggak punya baju bagus, kita malu kalau nggak punya mobil, kita malu kalau dianggap miskin, kita malu kalau nggak punya ini itu. Padahal Dunia itu benar-benar hanya sementara.
Sumber : disarikan dari berbagai sumber.
Sumber foto ; Tyler Nix