29
Apr
2020
Siang ini (29/4) saya baru saja melakukan webinar bersama Hermawan Kartajaya (HK) dengan tema "Strategic Discussion ; Surviving the Corona Time, Preparing the Post", sontak mengingatkan saya pada buku yang ditulis HK untuk memperingati HUT-nya ke-71 tahun (2018) yang berjudul "Planet Omni, The New Yin Yang of Business", buku yang bukan hanya mengajak, tapi mendorong kita multi fokus di era serba VUCA ini.
VUCA adalah akronim dari dari Volatile (bergejolak), Uncertain (tidak pasti), Complex (kompleks), dan Ambigue (tidak jelas). Gejolak perubahan yang sedang booming, dituntut super duper cepat untuk berubah, iklim kompetisi yang dinamis, konsumen yang banyak maunya, dan kebingungan dalam korporasi, merupakan gambaran situasi dunia bisnis di masa kini.
VUCA bisa dipandang dari dua sisi, sisi WEI (ancaman) atau sisi JI (peluang), cara memandang ini akan menentukan apakah dianggap era berbahaya atau era peluang. Korporasi yang pesimistik, memandang dunia sebagai VUCA. Di era post truth, korporasi pesimistis akan memandang dunia ini serba hoax dan penuh tipu daya. Sebaliknya, korporasi yang optimistis akan mencari dan menemukan peluang. Korporasi yang optimistis juga akan piawai dalam mengelola paradoks di era jaman now ini.
Mengadopsi teori Jack Ma, HK mengunakan obat penawar VUCA yang disebut dengan DAMO. Apakah itu DAMO? DAMO adalah akronim dari Discover (kreatif), Adventure (belajar metode baru), Momentum, dan Outlook (adaptif). Konsep VUCA vs DAMO inilah yang harus dimiliki oleh korporasi. Tidak hanya dalam artian omni channel (bisnis daring/online dan luring/offline, toko fisik, e-Commerce/internet, mobile (m-Commerce), social commerce, startup adtech), tapi dalam banyak sektor.
Setiap korporasi selain harus produktif juga dituntut harus kreatif. Produktif berbeda dengan kreatif. Korporasi yang produktif belum tentu kreatif, begitu sebaliknya. Tapi yang dituntut di jaman VUCA lebih dahsyat lagi, korporasi harus produktif, dan harus kreatif. Kreatifitas tidak boleh by accident, menunggu terjepit baru kreatif, itu usang. Korporasi yang handal dimasa depan adalah yang bisa menggabungkan antara produktivitas dan kreativitas.
Adventure the new way. adalah hal yang menarik lagi. Era VUCA ini justru harus mendorong kita lebih sering 'turun gunung', harus senang baca buku kembali, menulis, mencoba metode-metode baru, belajar dari banyak orang, membaca fenomena dengan baik, dan rajin-rajin seeking hidden costumer aspiration. Mengetahu aspirasi pelanggan secara efektif dan konsisten menjadi lebih penting dibandingkan memberikan banyak pilihan kepada pelanggan. Namun yang tidak kalah penting adalah bagaimana integrasi tersebut juga dibarengi dengan proses yang sangat mulus (seamless).
Set the new momentum. Momentum dalam bisnis itu barang mewah. Banyak hal nggak jadi hanya karena momentumnya nggak pas. Oleh karena itu korporasi nggak boleh nunggu momentum, ia harus diciptakan, harus dibuat, harus dijemput. Berikutnya adalah imagine the new outlook. Ini adalah tentang membangun mindset bisnis yang terbuka. Mau mengakui bahwa perubahan itu sifatnya abadi dan berlangsung cepat. Jadi mau tidak mau harus adaptif. Strategi DAMO harus diterapkan agar tetap relevan serta tetap menjalankan Omni Way dengan mengintegrasikan paradoks.
Hidup ini paradoksal, seolah-olah bertentangan (berlawanan), namun kenyataannya mengandung keselarasan. Work and Play, Individual dan Sosial, Thinker dan Practioner, Learning dan Sharing, daring dan luring, serta Passion for People, dan lainnya. Paradoks-pradoks tersebut harus disatukan, harus ada keseimbangan hidup, apa pun profesi yang dijalankan. Kita juga tidak dapat lagi mengandalkan suatu pakem untuk menyelesaikan berbagai masalah, karena setiap pendekatan itu berlaku spesifik, punya kekurangan dan kelebihan. Kunci keberhasilan tidak lagi terletak pada bagaimana menerapkan satu cara sebaik mungkin, tapi bagaimana memadukan berbagai hal dengan porsi yang benar. Inilah yang disebut OMNI.
Mengabungkan daring dan luring adalah strategi korporasi yang mutakhir. Strategi offline dapat dilakukan dengan memberikan pengalaman lebih ke konsumen. Seperti dapat merasakan manfaat langsung ketika menggunakan produknya. Kalau online itu biasanya cenderung 'garing' dan nggak ada humanity-nya, masyarakat sekarang banyak yang mencari sisi humanity. Di Indonesia yang bisa disebut sebagai omni channel adalah barang intengible, salah satu contohnya adalah program loyalitas. Misalnya, ketika konsumen belanja dari platform manapun, baik daring maupun luring, customer dipermudah untuk tetap mendapatkan keuntungan pada saat pointnya dalam bentuk daring atau luring. Program loyalitas yang dikelola secara konsisten akan melahirkan sebuah komunitas yang akan akan menjadi advokator merk secara cuma-cuma. Hal ini telah menjadi tren yang lumrah dalam dunia pemasaran.
Berbagai perkembangan dewasa ini misalnya disrupsi teknologi, yang mendekontruksi cara-cara lama, iklim politik yang semakin unpredictable, perang dagang ekonomi, pandemi penyakit, tren sosial yang sangat dinamis, sampai kondisi pasar yang tidak menentu, semakin mengkhawatirkan dunia persilatan. Semua fenomena ini sangat berbahaya bila disikapi dengan cara yang tidak sesuai. Hanya dengan menjadi omni, suatu korporasi dapat mengombinasikan berbagai pendekatan untuk menghadapi tantangan zaman. Semakin bagus Omni Channel yang dibangun untuk bisnis berarti korporasi sudah menjawab aspirasi konsumen dan memberikan customer experience yang maksimal. Hanya dengan pendekatan ini suatu korporasi akan mendapatkan titik keseimbangan baru untuk menghadapi berbagai gejolak, seperti halnya menerapkan yin dan yang baru dalam berbisinis.
Baca juga seri marketing :
4. Penjualan adalah (Bagian dari) Pemasaran