Photo 1475332363216 323c9b7f1e81

23

Jun

2020

KETAHANAN PANGAN #4; MEMPERBAIKI POLA KONSUMSI

Upaya penyelamatan hasil panen padi belum mendapat perhatian sebagaimana halnya program intensifikasi. Padahal tingkat kehilangan hasil padi pada saat panen dan sesudahnya cukup tinggi, mencapai 21,0% pada tahun 1986/1987 (BPS, 1988) dan 20,5% pada tahun 1995 (BPS, 1996) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1975 minta kepada semua negara dan badan internasional agar mengambil langkah konkret untuk menekan kehilangan hasil pertanian pada kegiatan panen dan pascapanen (Saragih, 2002).

Kehilangan hasil pasca panen telah menjadi masalah dunia. food losses (kehilangan pangan) menggambarkan investasi yang terbuang percuma, antara lain dapat mengurangi pendapatan petani, karena biaya sarana produksi seperti bibit, pupuk, dan pestisida yang sudah dikeluarkan tidak menghasilkan pendapatan. Proporsi kehilangan hasil panen masih cukup tinggi. Kehilangan pangan (food losses) karena ketidaktepatan penanganan pangan mulai dari saat panen sampai dengan pengolahan dan berlanjut pada pemasaran, dipercayai masih sekitar 10-20%, bergantung pada komoditas, musim, dan teknologi yang digunakan.

Walaupun sudah lama disadari adanya kehilangan hasil pangan pada saat penanganan dan distribusinya, namun belum ada program pemerintah yang berhasil mengatasinya secara tuntas. Sementara itu, untuk mengatasi persoalan pemborosan pangan diperlukan pemahaman dan kesadaran akan besarnya nilai ekonomi yang dibuang percuma dari para pelaku pada sistem distribusi dan pemasaran, anggota rumah tangga, maupun aparat pemerintah.

Sementara itu, pemborosan pangan (food waste) yang terjadi mulai dari pasar konsumen akhir sampai dibawa dan disimpan di rumah, lalu disajikan di meja makan namun tidak dimakan, diper-kirakan mencapai lebih dari 30 persen. FAO melaporkan sepertiga dari bagian pangan yang dapat dikonsumsi terbuang percuma atau diboroskan (FAO, 2011b).

Dampak food losses terhadap lingkungan adalah timbulnya emisi gas rumah kaca yang terbuang percuma, penggunaan air dan tanah yang tidak efektif dan efisien yang pada gilirannya dapat menyebabkan kerusakan ekosistem. Menurut FAO (2015) food losses pada tanaman serealia, daging dan sayuran merupakan kontributor utama emisi karbon khususnya di kawasan Asia. Food losses and food waste juga dapat berpengaruh pada melemahnya ketahanan pangan suatu bangsa. Karena itu menjadi concern utama sebagian besar negara berkembang. Lebih lanjut FAO menyebutkan sekitar 1,3 miliar ton/tahun makanan yang diproduksi tidak dapat dikonsumsi karena hilang, rusak, tidak memenuhi standar kualitas, bahkan bahkan terbuang karena kadaluarsa atau tidak dapat dikonsumsi, meski sudah dibeli.

Jumlah yang relatif besar tersebut cukup untuk memberi makan penduduk dunia saat ini yang mencapai sekitar 7 miliar orang. Kondisi ini menjadi tantangan sangat besar, bagaimana mencukupi kebutuhan pangan untuk populasi dunia yang diperkirakan mencapai 9,1 miliar pada tahun 2050. Food losses and waste terjadi hampir di semua segmen rantai pasok produk pangan. Dari mulai tahapan produksi hingga konsumsi. Secara umum, food losses pada tahap produksi mencapai 24%, tahap penanganan dan penyimpanan 24%, tahap konsumsi 35%.

Pertama, food losses pada tahap produksi dan panen umumnya terjadi karena proses panen yang masih konvensional, sehingga banyak hasil panen yang tercecer. Kedua, food losses terjadi pada tahap penanganan, terutama proses sortasi karena tidak dapat memenuhi standar kualitas. Ketiga, food losses pada proses penyimpanan, terjadi karena adanya serangan hama, jamur, dan penyakit di gudang penyimpanan. Keempat, food losses pada proses pengolahan dan pengemasan, terjadi karena kurang efisiennya peralatan produksi, sehingga rendemen rendah.

Selain food losses, kehilangan pangan juga terjadi dalam bentuk food waste. Kehilangan ini umumnya terjadi selama proses konsumsi dalam bentuk makanan yang dipesan konsumen, baik di restoran ataupun katering. Kehilangannya karena makanan tidak dikonsumsi atau dihabiskan. Jika food losses dan food waste merupakan masalah besar dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional, pertanyaannya adalah bagaimana menghilangkan atau setidak-tidaknya mengurangi?

Perubahan pola konsumsi dapat mengurangi makanan terbuang (food waste). Hal ini mengingat pola konsumsi tidak terlepas dari gaya hidup dan budaya menghargai makan. Oleh karena itu diperlukan pemahaman dan kesadaran dari setiap individu, keluarga, pelaku sistem distribusi pangan, dan aparat pemerintah akan besarnya nilai ekonomi yang dibuang percuma dari kondisi tersebut.

Pendekatan budaya sangat efektif digunakan untuk mengubah pola konsumsi ketika anak-anak masih di dunia pendidikan dasar. “Ayam mati jika nasi bersisa, butiran nasi yang menangis jika tidak dihabiskan adalah petuah dari budaya lokal yang dapat dijadikan sarana pembentukan karakter dan nilai menghargai pangan.

Pendekatan pendidikan juga dapat dilakukan dengan makan bersama di sekolah terkait dengan pembentukan karakter dan budaya mengharagai pangan. Keluarga juga dapat ikut serta dalam mengubah pola konsumsi dengan cara menghargai jerih payah orang tua dalam bekerja untuk menyediakan makanan. Pendidikan nilai moral dapat pula mengubah pola konsumsi dengan menanamkan nilai keadilan dan empati terhadap mereka yang kekurangan.

(Bersambung)

BACA JUGA :

1. Seri Seven Habits Ketahanan Pangan Versi Petrokimia Gresik, Pendahuluan https://mihwan.id/blog/seri-se...

2. Ketahanan Pangan #1; Melek Teknologi https://mihwan.id/blog/habits-...

3. Ketahanan Pangan #2; Memuliakan Petani https://mihwan.id/blog/habit-2...

4. Ketahanan Pangan #3; Regenerasi Petani https://mihwan.id/blog/habit-3...

5. Ketahanan Pangan #5; Sinergi Agroindustri https://mihwan.id/blog/habit-5...

6. Ketahanan Pangan #6; Menguatkan Lembaga Pangan https://mihwan.id/blog/habit-6...

7. Ketahanan Pangan #7; Membangun Stabilitas Regional https://mihwan.id/blog/ketahan...

Sumber : Buku Memupuk Kesuburan, Menebar Kemakmuran (Gramedia, 2017). Penulis adalah anggota tim penulisan buku tersebut.

Sumber foto cover : Ive Erhard

Tentang Penulis

Foto 2

Muhammad Ihwan

Muhammad Ihwan. Kelahiran Yogyakarta, tinggal di Gresik dan Jakarta. Suka membaca dan menulis, menyenangi marketing dan public relations. Pernah menjadi juru bicara perusahaan, menangani pengelolaan program TJSL, CSR, dan comdev, serta mengelola penjualan retail untuk seluruh Indonesia. Saat ini mengelola penjualan sektor korporasi untuk domestik dan mancanegara.

Top 10 Negara Pengunjung:
Total Pengunjung: