Photo 1516738901171 8eb4fc13bd20

30

Jun

2020

KETAHANAN PANGAN #7; MEMBANGUN STABILITAS REGIONAL

“America-First” adalah diktum politik luar negeri Amerika Serikat yang diucapkan oleh Presiden Donald Trump. Diktum itu untuk menjelaskan harapan Donald Trump menjadikan negaranya sebagai Negara Super Power dan kekuatan ekonomi terbesar di dunia. Dengan demikian Trump memiliki kebijkan untuk mendahulukan kepentingan negaranya.

Oleh karena itu tidak heran jika Trump menggeser fokus dari Timur Tengah ke Asia Pasifik yang didominasi oleh Tiongkok. Sebagai akibatnya kebijakan baru itu mengubah stabilitas keamanan dan nilai dalam tatanan global. Meskipun demikian, Tiongkok dan kekuatan baru dunia lainnya tetap berada pada posisinya semula dan berjuang untuk kepentingan masing-masing negara, terutama dalam hal pangan dan energi.

Jika dikaitkan dengan ledakan jumlah penduduk tahun 2050, Amerika Serikat dan Tiongkok memiliki kepentingan yang sama di Asia Pasifik yaitu mencari sumber pangan dan air. Bahkan untuk mengusai Asia Pasifik, Tiongkok mengklaim memiliki hak atas wilayah Laut China Selatan dan membiayai pembangunan Terusan Kra di Thailand. Jika ini terwujud lalu lintas laut akan bergeser dari Selat Malaka ke Thailand. Artinya Tiongkok akan mengendalikan lalu lintas transportasi dan logistik laut dari Asia ke Pasifik.

Dalam konteks ini tidak ada pilihan lain bagi Indonesia kecuali untuk secara sungguh-sungguh dan kerja keras mewujudkan ketahanan pangan nasional pada 2050, yang merupakan dasar terwujudnya mimpi bangsa Indonesia pada tahun 2085. Lebih jauh lagi kita tidak dapat mengandalkan impor untuk pemenuhan kebutuhan bahan pangan ataupun energi mengingat bahwa wilayah tersebut telah dikendalikan oleh Tiongkok dan Amerika Serikat.

Kurangnya kepemimpinan global dan kerja sama internasional mempersulit koordinasi antar pemerintahan di dunia. Beberapa negara lebih mengutamakan kerjasama membangun stabilitas regional karena lebih mudah dalam hal bernegosiasi dan lebih menghasilkan.

Dalam urusan pangan di kawasan regional, Indonesia telah menjalin hubungan kerja sama yang erat dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Setelah krisis pangan pada tahun 2008, ASEAN mengukuhkan pendekatan pragmatik gabungan untuk menjalin kerja sama antar negara-negara anggota dalam menjamin ketahanan pangan jangka panjang di wilayah regional. Dibentuklah ASEAN Integrated Food Security (AIFS) Framework and Strategic Plan of Action on Food Security (SPA-FS) dengan tujuan utama untuk penyediaan cadangan beras darurat. Peranan beras di Asia Tenggara sangat penting dalam produksi pertanian dan sebagai bahan makanan pokok utama. Cadangan beras tersebut diutamakan penggunaannya saat terjadi keadaan darurat di negara-negara anggota ASEAN, namun bisa juga digunakan sebagai program pengentasan kemiskinan.

Untuk periode 2015-2020, komoditas yang diprioritaskan untuk ketahanan pangan kawasan ASEAN terdiri dari beras, jagung, kacang kedelai, gula, dan ubi kayu (singkong). Kerangka AIFS dan SPA-FS juga telah dikembangkan ke dalam 5 komponen yaitu Ketahanan Pangan dan Bantuan Darurat, Pengembangan Perdagangan Pangan yang berkelanjutan, Sistem Informasi Ketahanan Pangan terintegrasi, Inovasi Pertanian, dan Pengembangan untuk Peningkatan Nutrisi Hasil Pertanian. Bila ramalan Marco Springmann dari University of Oxford, Inggris, tentang bencana kelaparan pada tahun 2050 di Asia Tenggara (Tempo, 2016) tidak bisa dipandang sebelah mata, maka disinilah pentingnya peranan Indonesia untuk terus menjalin hubungan yang baik dengan produsen pangan di Asia Tenggara serta berpartisipasi aktif dalam menjaga perdamaian dan membangun ketahanan pangan di kawasan regional ASEAN. Sesuai motto ASEAN yaitu “One Vision, One Identity, One Community”, maka setiap masalah yang menimpa kawasan regional harus kita hadapi dan selesaikan bersama-sama atau kita akan runtuh dan menjadi korban kepentingan negara lain.

Terakhir, dalam menjalin hubungan internasional, Indonesia harus menerapkan strategi diversifikasi. Menghadapi tantangan dan masa depan dunia, hubungan multilateral harus menjadi alat untuk memitigasi risiko ketahanan pangan. Indonesia tidak dapat lagi terlalu bergantung kepada negara tertentu saja untuk memenuhi kebutuhan pangannya, melainkan harus menjalin hubungan yang strategis di seluruh belahan dunia dengan tetap bersikap netral dan tidak menimbulkan permusuhan.

Hanya dengan terwujudnya ketahanan dan kedaulatan pangan nasional, Indonesia dapat berperan aktif dalam stabilitas keamanan regional.

BACA JUGA :

1. Seri Seven Habits Ketahanan Pangan Versi Petrokimia Gresik, Pendahuluan https://mihwan.id/blog/seri-se...

2. Ketahanan Pangan #1; Melek Teknologi https://mihwan.id/blog/habits-...

3. Ketahanan Pangan #2; Memuliakan Petani https://mihwan.id/blog/habit-2...

4. Ketahanan Pangan #3; Regenerasi Petani https://mihwan.id/blog/habit-3...

5. Ketahanan Pangan #4; Memperbaiki Pola Konsumsi https://mihwan.id/blog/habit-4...

6. Ketahanan Pangan #5; Sinergi Agroindustri https://mihwan.id/blog/habit-5...

7. Ketahanan Pangan #6; Menguatkan Lembaga Pangan https://mihwan.id/blog/habit-6...

Sumber : Buku Memupuk Kesuburan, Menebar Kemakmuran (Gramedia, 2017).Penulis adalah anggota tim penulisan buku tersebut.

Sumber foto cover : Capturing the human heart.

Tentang Penulis

Foto 2

Muhammad Ihwan

Muhammad Ihwan. Kelahiran Yogyakarta, tinggal di Gresik dan Jakarta. Suka membaca dan menulis, menyenangi marketing dan public relations. Pernah menjadi juru bicara perusahaan, menangani pengelolaan program TJSL, CSR, dan comdev, serta mengelola penjualan retail untuk seluruh Indonesia. Saat ini mengelola penjualan sektor korporasi untuk domestik dan mancanegara.

Top 10 Negara Pengunjung:
Total Pengunjung: