05
Sep
2015
Khutbah jumat itu, biasanya--mungkin 90% lebih diakhiri dengan kutipan "innallaha ya'muru bi al-adli wa al-i'hsan", sesungguhnya Allah itu memerintahkan menegakkan keadilan dan kebaikan hati (ihsan), merujuk pada Q.S. an-Nahl : 90. Mengandung arti tidak hanya adil, tapi juga baik hati. Nah, termasuk dalam ihsan itu, adalah kemampuan memberi maaf bagi orang lain. Karena itu, Bahkan al-Qur'an memuji orang beriman; "wa idza ma ghadlibu hum yaghfirun" (apabila marah mereka memberi maaf), Q.S. asy-Syura : 37; atau, "wa al-kazhimina al-ghayza wa al afina an al-nas" (dan orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain) dalam Q.S. Ali-Imran : 134.
Mengapa ada kebiasaan mengakhiri Khutbah Jumat seperti itu? Sebetulnya kebiasaan itu baru bermula pada abad 2 Hijrah. Nabi sendiri tidak mengakhiri khutbahnya dengan ucapan tersebut. Itu merupakan hasil dekrit dari seorang khalifah, Umar Ibn Abd al-Aziz, yang biasa disebut Umar kedua, orang yang sangat salih dan adil. Ketika itu, Ia prihatin karena khutbah diakhiri dengan saling melaknat antara lawan-lawan politik. Bani Umayyah misalnya khutbahnya selalu diakhiri dengan kutukan kepada para pengikut Ali, sebaliknya para pengikut Ali juga begitu. Nah, dektrit khalifah Umar ini adalah dektrit, untuk mengakhiri kebiasaan tersebut.
Menurutnya, lebih baik kita ingatkan jamaah bahwa selain diperintahkan untuk adil kita juga diperintahkan untuk berlaku ihsan. Itulah sebetulnya jalan tengah. Karena kalau adil itu adalah tema pokok dalam ajaran Nabi Musa, kemudian ihsan itu adalah tema pokok dalam ajaran Nabi Isa, jika salah satunya kita ikuti akan menimbulkan kepincangan. Oleh karena itu kedua ajaran itu digabung menjadi tema pokok dalam ajaran Muhammad s.a.w.
Dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan bahwa adil dan ihsan paling berat pengamalannya. Umar bin Abd al-Aziz mengingatkan kita kisah kemakmuran pada masanya dimana sangat sulit mencari pengemis sangat bertolak belakang di zaman sekarang yang malah di jadikan profesi. (mi)
Baca juga seri Islam :
2. Memahami Islam dan Ketertundukan Universal
4. Amal, Penyempurna Kemanusiaan
6. Islam, Pluralitas, dan Kalimatun Sawa
Sumber foto : 𝐀𝐇𝐌𝐄𝐃 ッ