22
Mar
2015
Sedikitnya terdapat 4 (empat) pengertian tentang Islam. Pertama Islam sebagai budi Tuhan (domain of God), yakni suatu realitas yang obyektif, yang illahiah (devine), abadi, transenden, dan tidak mengenal perubahan. Kedua, Islam sebagai pengalaman religius Muhammad yang insani dan asasi (fundamental human religious experiences of Muhammad). Termasuk di dalamnya derivasi al-Qur’an dan sunnah rasul. Ketiga, Islam sebagai bangunan cita-cita, yang dipahami, diapresiasi, dan ditambat oleh umat Islam. Hal ini merupakan pemahaman dan penafsiran serta kesimpulan para ulama muslim tentang Islam. Perbedaan pemahaman dalam konteks ini termasuk fiqh, ilmu kalam, tasawuf, dan filsafat Islam. Keempat, Islam sebagai perilaku muslim baik saat ia taat, setia, dan sejalan dengan Islam atau pun tidak. Secara lebih jauh, Islam dalam artian yang pertama bersifat abstrak dan transendental, oleh kerana itu pada pengertian pertama, ia tidak menjadi obyek material studi Islam. Yang kemudian menjadi obyek studi Islam adalah Islam dalam pengertian kedua, ketiga dan keempat.
Menelusuri makna Islam dalam al-Qur'an, kita akan menemukan bahwa Islam bukan hanya nama sebuah agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, seperti yang kita ketahui selama ini, melainkan ajaran yang mengajarkan sikap ketertundukan dan penyerahan diri secara total kepada Tuhan Yang Maha Mutlak. Sederhananya, Islam adalah sikap pasrah dan tunduk (al inayah wa al-khuda) kepada Allah SWT, ajaran yang berlaku untuk seluruh masa dan setting sosial. Dalam Q.S. al-Anbiya ayat 107 dijelaskan oleh Allah bahwa tidaklah Nabi Muhammad diutus melainkan untuk seluruh umat dan sebagai rahmat bagi seluruh alam. Pada wilayah ini, Islam diposisikan sebagai sebuah perangkat dalam menciptakan kebaikan bagi seluruh alam.
Ketertundukan dalam ber-Islam dapat kita pahami menjadi dua bagian yakni ketertundukan dengan sendirinya dan ketertundukan yang lahir akibat pilihan sadar manusia. Ketertundukan dengan sendirinya adalah ketertundukan tanpa hak pilih. Sebagai contoh, matahari terbit dari timur dan terbenam di barat, artinya matahari telah berislam dengan sendirinya, tanpa ada alternatif pilihan lain. Kecuali kiamat, sampai kapanpun, matahari tidak akan pernah terbit dari barat dan terbenam di selatan misalnya. Rekayasa Allah pada alam inilah yang dikenal sebagai sunnatullah.
Sedangkan ketertundukan yang lahir sebagai pilihan sadar manusia adalah yang memang telah diberikan potensi akal, hati dan nafsu untuk menentukan pilihan. Walaupun manusia memiliki kebebasan untuk memilih, namun secara fitrah kejadiannya, manusia diberikan instrumen hanief, yakni cenderung pada kebenaran. Oleh karenanya, jika ada manusia yang tidak mau tunduk pada kebenaran berarti manusia itu melawan fitrahnya sendiri.
Jika begitu, mengapa ada perbedaan ajaran dari nabi yang satu dengan nabi lainnya? Ajaran Nabi Musa berbeda dengan Nabi Muhammad, Isa dan Nabi-nabi lainnya. Di sinilah pentingnya kita membedakan mana ajaran nabi yang bersifat lokal-historis dan mana ajaran yang bersifat normatif. Perbedaan metodologis dalam menyampaikan ajaran oleh para nabi dipengaruhi oleh social setting kaum, yaitu tempat di mana disampaikan ajaran tersebut. Tetapi secara garis besar, substansi yang diajarkan tidak mengalami perbedaan yakni mengajarkan untuk menyerahkan diri dan tunduk kepada Tuhan Yang Maha Mutlak, Maha Pencipta, Maha Besar dan Maha kuasa.
Dari sini, maka dapat dikatakan seluruh ajaran yang mengajarkan berserah diri dan tunduk kepada Tuhan Yang Maha Mutlak maka ajaran itu disebut ajaran Islam. Sehingga sesungguhnya Islam sebagai agama dapat kita simpulkan menjadi tiga bagian. Pertama Islam sebagai agama alam semesta, kedua Islam sebagai agama para nabi, dan ketiga Islam sebagai agama kemanusiaan sejagad. (mi)
Baca juga seri Islam :
2. Islam, Pluralitas, dan Kalimatun Sawa
4. Amal, Penyempurna Kemanusiaan
5. Tahalul dan Pembersihan Diri
6. Dekrit Adil dan Ihsan dalam Khutbah Jumat
Sumber foto : Rumman Amin